BELUM genap satu tahun pasca turunnya Husni Mubarak dari tampuk pemerintahan tahun lalu, kini Mesir kembali bergejolak.
Seperti yang banyak media katakan, kerap terjadi pembantaian di Mesir per 3 Juli lalu yang menelan korban lebih dari 3000 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya luka-luka.
Aksi ini terjadi sebagai akibat dari penurunan Mursy dari tampuk pemerintahan karena kudeta dari militernya sendiri.
Amerika menilai bahwa peristiwa ini sangat tidak berprikemanusiaan. Pembantaian tidak hanya diarahkan pada orang yang dinilai melawan militer tetapi kepada siapapun tanpa pandang bulu.Wanita, orangtua, dan anak-anak. Bahkan merekapun tak segan untuk menghancurkan fasilitas umum.
Pembantaian aparat Mesir atas kelompok pro Mursy, hari Rabu, 14 Agustus 2013 menunjukkan sistem demokrasi yang digaung-gaungkan sebagai solusi dari permasalahan kehidupan sekali lagi gagal dan mati.
Alih-alih berhasil membawa masyarakatnya pada kejayaan, demokrasi justru menjerumuskannya lebih dalam lagi ke dalam jurang kesengsaraan.
Hasil Pemilu yang dikatakan sebagai representasi kehendak rakat bisa digagalkan oleh kekuatan militer. Fakta ini sudah tejadi di mana-mana. Di Aljazair (1991), di Palestina (2006-2007) dan kini di Mesir.
Dengan kata lain, apapun keinginan pengagum demokrasi, andaikata terus dituruti, mereka toh tetap tak akan menerima kenyataan jika akhirnya Islam atau bagian dari Islam menang secara representative.
Hal ini menunjukan bahwa Islam kurang cocok disandingkan dengan demokrasi karena demokrasi bertentangan dengan Islam.
Contoh kecil, sumber hukum dalam demokrasi adalah UU yang dibuat oleh manusia sedangkan dalam Islam satu-satunya sumber hukum adalah al-Qur-an dan al-Hadits.
Jika demokrasi benar-benar konsisten dengan apa yang dijargonkannya maka seharusnya ia mampu mengabulkan keinginan sebagian besar masyarakatnya untuk mendirikan kehidupan Islam di tengah-tengah mereka. Namun, demokrasi seolah tuli dengan suara-suara ini.
Dalam sejarah kepemimpinan Islam dunia, tidak pernah sekalipun terjadi kudeta dalam sistem kepemimpinannya. Hal ini disebabkan setiap calon pemimpin dipilih berdasarkan kriteria dan kesadaran setiap lapisan masyarakatnya, sehingga akan meminimalisir terjadinya kekacauan akibat ketidakpuasan terhadap pemimpin yang berhasil terpilih.
Hanya dengan Islamlah umat manusia akan hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan, karena Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi setiap alam) bukan rahmatan lil muslimin (rahmat bagi setiap muslim).
Siti Julaeha
Aktifis Mahasiswa