Hidayatullah.com– Seorang ibu rumah tangga (IRT) yang ditangkap kepolisian terkait dugaan ujaran kebencian, Sri Rahayu, membantah jika ia tergabung dalam kelompok yang disebut-sebut sebagai “Saracen”.
Sri ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, 5 Agustus 2017 lalu. Sri diduga tergabung dengan kelompok yang dituding sebagai sindikat penyebar berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech).
“Sebenarnya saya tidak tergabung dalam kelompok mereka (‘Saracen’. Red). Cuma kemarin sama penyidik dikasih tahu bahwa ada nama saya di struktur organisasi (itu),” ujar Sri di Gedung Siber Bareskrim Polri, Jakarta, dalam wawancara yang disiarkan langsung pada program acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di studio, semalam, Selasa (29/08/2017).
“Saya tidak tahu dan saya tidak dikonfirmasi terlebih dahulu oleh pembuat ‘Saracen’,” tambah Sri yang tampak mengenakan penutup wajah.
Baca: Mustofa: Hati-hati, Tak Bisa Ditebak, Siapa Disasar Isu Liar “Saracen”
Saat ditanya moderator ILC Karni Ilyas, apakah Sri mengenal pembuat “Saracen”, wanita yang mengaku belum punya anak ini mengatakan:
“Kalau kenal sih saya tidak karena saya sama Pak Jasriadi cuma kenal melalui media sosial aja.”
Jasriadi merupakan pria yang disebut oleh kepolisian sebagai bos “Saracen”. Dalam wawancara itu, Jasriadi dan Sri yang -sama-sama ditetapkan sebagai tersangka- mengenakan baju tahanan duduk bersebelahan kursi.
Meski mengaku pernah berkomunikasi dengan Jasriadi, namun Sri menampik jika ia kenal lebih jauh profil Jasriadi.
“Kalau soal profil atau apa, saya kurang tahu. Yang saya tahu cuman sekadar di Faceboook atau ngobrol soal masalah akun saya yang dinonaktifkan, tidak lebih dari itu,” ungkap Sri.
Saat ditanya soal apakah ada pembicaraan dengan Jasriadi bahwa “Sri dijadikan sebagai koordinator wilayah (korwil) Saracen Jawa Barat”, Sri juga membantahnya.
“Enggak ada ke arah situ!” ujarnya.
Terkait “Saracen” pun, Sri mengaku tidak pernah mendapatkan bayaran.
Baca: Mustofa Nahra: Akun Twitter Saya Dicuri Pihak Misterius Akhir 2016
Sri mengaku menuliskan status di medsos, yang kemudian dijadikan dalih penangkapannya, adalah untuk menyampaikan aspirasinya.
“Berharap ada perubahan di dalam pemerintahan Indonesia saat ini,” terangnya.
Sri pun mengaku tidak punya hobi menulis. “Cuman, tidak ada salahnya kita menulis di Facebook gitu,” imbuhnya.
Sri juga mengaku belum pernah berkomunikasi dengan “pengurus Saracen” sebagaimana tertulis dalam “struktur Saracen”. “Saya cuma berkomunikasi dengan Pak Jasriadi itu sebatas untuk memperbaiki akun (medsos),” sebutnya.
Sri pun kembali menegaskan bantahannya atas tudingan keterlibatannya dalam “Saracen”.
“Saya menegaskan, saya tidak tergolong dalam ‘sindikat Saracen’. Saya berkomunikasi dengan Pak Jasriadi sebatas untuk memperbaiki akun,” tegasnya.
“Kalau soal ‘Saracen’, saya tidak merasa bersalah karena saya emang tidak tahu soal struktur itu,” tambahnya yang kemudian pada kesempatan itu membuka penutup wajahnya setelah diminta.
Baca: MUI Keluarkan Fatwa Bermedsos, Ketua Umum: Sebagai Bimbingan bagi Umat
Sebelumnya, diberitakan hidayatullah.com, Mustofa B Nahrawardaya, Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah yang juga pegiat medsos, mengingatkan masyarakat terkait isu Saracen.
“Berhati-hatilah, karena isu Saracen, tidak diketahui sasarannya ke mana. Tidak bisa ditebak, siapa yang disasar isu liar ini,” serunya di Taipei pekan kemarin.*