Hidayatullah.com—Sebuah kelompok militan di Libya menemukan migran dalam jumlah sangat banyak di Sabratha, setelah berhasil memukul keluar pasukan lawan dari kota pelabuhan itu. Pertempuran antar kelompok bersenjata itu kabarnya dipicu oleh janji Italia yang akan mendukung salah satu dari mereka.
Milisi itu, yang dikenal dengan nama Anti-ISIS Operation Room, berusaha keras mengambil alih kontrol atas Sabratha dari kelompok bersenjata Al-Ammu. Setelah pertempuran sengit selama sekitar dua pekan, hari Ahad (8/10/2017) kelompok itu meraih kemenangan, dan mendapati sekitar 4.000 migran yang tersebar di sejumlah lokasi di Sabratha terjebak dalam pertempuran.
Para penyelundup manusia sejak lama menggunakan Sabratha sebagai basis operasinya dan menjadi pelabuhan utama mereka mengapalkan ribuan migran yang ingin menuju Eropa dengan menyeberangi Laut Tengah (Mediterania).
Awal tahun ini, Italia dikabarkan memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan kelompok Al-Ammu, menjanjikan mereka uang dan pasokan logistik jika berhasil menghentikan arus migran. Akibat kesepakatan itu, jumlah migran yang dikirim lewat laut menurun tajam.
Akan tetapi, dukungan Itallia kepada salah satu kelompok bersenjata itu –yang jumlahnya tak terhitung di Libya– menimbulkan kemaharahan di kalangan milisi lain dan mendorong mereka untuk menyerang kelompok Al-Ammu. Ratusan orang dikabarkan tewas dalam bentrokan bersenjata itu, lapor Deutsche Welle.
Kemarin, perwakilan Anti-ISIS Operation Room mengatakan Al-Ammu “menyimpan” para migran itu untuk dideportasi kemudian.
Pada hari yang sama, aktivis Essam Karrar dari Sabratha Civil Society Federation mengatakan bahwa kelompok militan itu sebenarnya berusaha mendeportasi migran. Kota tersebut sekarang “sedang memulihkan lukanya” usai pertempuran.
“Kami orang-orang Sabratha hanyalah alat di tangan orang-orang Eropa,” ujarnya.
Libya terjerumus ke dalam kekacauan setelah digulingkan dan dibunuhnya Muammar Qadhafi. Kelompok-kelompok suku yang berhasil disatukan dan diredam pertikaiannya selama pemerintahan Qadhafi, mengangkat senjata dan saling bertempur satu sama lain. Tiga pemerintahan berbeda yang saat ini ada di Libya, masing-masing ingin keluar menjadi pemenang sebagai penguasa baru di negara yang sebelumnya termakmur di Afrika itu.*