Hidayatullah.com– Sejak diterapkan pada 2014 hingga saat ini, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Jika pada 2017 lalu mengalami defisit sebesar Rp 9,75 triliun, menjelang akhir 2018 ini berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan diperkirakan membengkak menjadi Rp 11,2 triliun.
“Tentunya harus ada formulasi dan solusi untuk mengurai kondisi ini, agar pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi dan hak dasar warga negara yang dijamin konstitusi tidak terganggu.
Untuk itu, para bakal calon presiden/wakil presiden diharapkan ‘adu’ konsep, gagasan, dan solusi agar BPJS Kesehatan tidak terus defisit,” ujar Senator atau Anggota DPD RI Fahira Idris dalam pernyataannya kepada hidayatullah.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/09/2018).
Fahira mengatakan khawatir jika selama kampanye Pilpres 2019 nanti, publik tidak disuguhkan perdebatan yang substantif dan mendasar terkait berbagai isu yang mendera rakyat.
Ini karena, jika melihat gelagat yang terjadi saat ini dimana perdebatan masih seputar hal-hal yang tidak substantif dan tidak penting.
“Tentunya kita miris melihat di banyak rumah sakit di berbagai daerah sampai harus memasang spanduk pengumuman bahwa BPJS Kesehatan menunggak klaim rumah sakit.
Ini persoalan serius. Harusnya kondisi-kondisi aktual seperti ini jadi tema perdebatan saat ini. Namun, yang jadi ajang perdebatan malah penyebutan istilah ‘emak-emak’ dan klaim merasa kelompoknya paling Pancasialis,” tukas Ketua Komite III DPD RI yang membidangi masalah kesehatan ini.
Menurut Senator DKI Jakarta, boleh saja pemerintah beralasan salah satu sebab BPJS Kesehatan terus defisit adalah karena iuran saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), tetapi harus diakui bahwa pembangunan kesehatan nasional yang belum maksimal dan optimal adalah penyumbang terbesar kenapa defisit BPJS Kesehatan semakin membengkak dari tahun ke tahun.
Ancaman kita saat ini, lanjut Fahira, yang juga menyedot banyak anggaran adalah penyakit tidak menular yang sebenarnya bisa dicegah mulai dari jantung, ginjal, diabetes, dan lainnya.
“Namun selama empat tahun ini upaya promotif dan preventif sangat tidak maksimal. Ada program namanya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang sangat bagus, tetapi banyak masyarakat yang tidak terinformasikan apalagi mengimplementasikannya. Padahal jika konsisten, program promotif dan preventif adalah solusi agar anggaran kesehatan tidak membengkak,” pungkas Fahira.
Diketahui baru-baru marak beredar “curhatan” berbagai rumah sakit atas tunggakan BPJS Kesehatan termasuk gambar-gambar melalui media sosial.
“Rasa prihatin yang mendalam kami sampaikan kepada pemegang kebijakan di negara Indonesia yang kita cintai. Kami sampaikan dari bulan Februari 2018 hingga saat ini September 2018 pihak BPJS belum membayar jasa medis kepada RSUD Panyabungan senilai kurang lebih Rp 15,4 miliar. Namun kami masih tetap melayani pasien yang datang membutuhkan pertolongan sebagai bentuk tanggung jawab dan sumpah jabatan kami,” demikian bunyi spanduk yang tertulis dan dipasang di RSUD Panyabungan.
RSUD Panyabungan diketahui beralamat di Kayu Jati, Panyabungan, Jl Merdeka, Pohonbungan Teak Wood, Kayu Jati, Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.*