Hidayatullah.com– Sejumlah fakta menarik diungkapkan oleh Ketua Tim Kuasa Hukum Capres-cawapres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, selama sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/06/2019).
Fakta pertama, ungkapnya, proses sidang perdana ini telah menjawab sebagian hal yang ditanyakan pemohon dan berkembang dalam perdebatan publik (public discourse).
Tim Kuasa Hukum pun menyampaikan apresiasinya kepada majelis hakim MK.
“Karena mengungkapkan secara implisit bahwa permohonan yang diperiksa yaitu permohonan yang dibacakan di dalam ruang sidang,” ujar Bambang kepada pers setelah menjalani persidangan di Gedung MK, Jakarta, Jumat.
Baca: Pimpinan MPR Minta Aksi Berani MK Tegakkan Hukum yang Adil & Benar
Fakta kedua, menurut Bambang, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi berhasil mengemukakan permohonan kombinasi antara argumen kualitatif dan kuantitatif. Argumen kualitatif merupakan pernyataan terkait berbagai kecurangan secara TSM (terstruktur, sistematis, dan masif).
Kata Bambang, akibat kecurangan TSM itu, termohon dan pihak terkait tidak hanya melanggar Pasal 22 E ayat 1, tapi juga dapat mengonstruksikan masalah kuantitatif terjadi di berbagai wilayah.
Oleh karena itu, tambahnya, jika MK ingin benar-benar menguji proses persidangan, hakim MK tidak hanya menyandingkan bukti C1, tapi juga menyandingkan C1 dengan hasil Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara KPU) dan menggunakan teknologi informasi.
Baca: Sidang Perdana Gugatan Pilpres, Ketua MK Bilang “Kami Hanya Takut kepada Allah”
Pasalnya, kubu Prabowo menemukan bahwa berbagai kecurangan C1 plano yang dikonversi ke dalam Situng dapat terlacak dengan sistem IT. “Melalui proses forensik yang dilakukan tim ahli, kami menemukan berbagai bentuk kecurangan dan ada tujuh metode forensik yang kami pakai,” ungkap mantan pimpinan KPK ini.
Disebutkan, data pemilu yang tidak akurat ditemukan kubu Prabowo-Sandi antara lain nomor induk kependudukan (NIK) ganda, tempat pemungutan suara (TPS) “siluman”, indikasi manipulasi daftar pemilih khusus (DPK), jumlah suara pemohon berjumlah nol, dan ketidakwajaran jumlah suara.
“Mudah-mudahan ini akan mengubah konstelasi bagaimana cara beracara di MK,” ujar Bambang kutip INI-Net.
Fakta selanjutnya, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menilai majelis hakim bersifat akomodatif terhadap proses sidang. Namun ia mengaku menikmati saja perdebatan di dalam sidang tadi.
“Karena perdebatan itu bisa menjadi pembelajaran buat kita semua,” sebutnya.
Bambang mengharapkan, lewat putusan yang berbasis kejujuran dan keadilan, kesembilan hakim MK berarti sedang membangun peradaban bangsa Indonesia. Hakim MK dapat menggunakan paradigma pemilu jujur dan adil dalam memutuskan sengketa gugatan, bukan sekadar paradigma “kalkulator”.*