Hidatullah.com–Penutupan Sebar Guru Al Qur’an (SERUAN) III berakhir pada hari ini, Sabtu, 12 April 2014 di Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Shirotol Mustaqim, Tanah Abang, Jakarta. Satu persatu TPA yang bermitra dengan KOMPAQ mengalami penutupan program ini.
Selain Shirotol Mustaqim, komunitas yang dibentuk sejak 2008 ini juga bermitra dengan dua TPA lainnya: TPA Rawadas, Pondok Kelapa, Jakarta Timur dan TPA Kumnol, Bangka, Jakarta Selatan. Program SERUAN akan dibuka kembali setelah TFT IV pada Oktober mendatang.
Program yang diselenggarakan oleh Komunitas Pencinta Al Quran (KOMPAQ) ini dimulai sejak bulan September 2013. Program ini hasil dari program utama KOMPAQ, Training for Trainers (TFT) yang diadakan setahun sekali untuk menyaring guru-guru Al Qur’an.
Pada pekan sebelumnya, Ahad, 6 April 2014, KOMPAQ mengakhiri program ini di TPA Rawadas. Sedangkan TPA Kumnol menjadi TPA pertama yang mengakhiri programnya. Pada SERUAN sebelumnya, keberlangsungan program hanya dibatasi dua bulan saja. Namun, ketersediaan guru Al Qur’an akhirnya menyesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing lokasi.
“Bukan untuk mengambil alih TPA. Kami hanya support manajemen yang sudah ada. Mereka butuhnya apa, misalnya kekurangan pengajar Qur’an atau pengajar disana makhrojul huruf-nya kurang. Jadi kami lebih support SDM,”ulas Yeyen Yulianto, Ketua TFT III.
Mahasiswa LIPIA jurusan Syariah ini mengakui ketersediaan SDM merupakan kebutuhan terbesar. Selain peminatan SERUAN kurang, keberadaan relawan lebih banyak di seputar Jakarta Selatan. Padahal di wilayah Jakarta lainnya, guru Al Qur’an dinantikan kehadirannya.
Membumikan Al Qur’an supaya lebih banyak orang mengenal Al Qur’an merupakan tujuan utama sejak TFT diadakan. Tak heran, TPA yang diajak bermitra merupakan TPA yang banyak menampung kaum marjinal. Seperti di TPA Rawadas yang muridnya rata-rata anak-anak para pemulung.
Yeyen mengakui, tidak semua lokasi kemitraan fokus pada pengajaran membaca Al Qur’an. Ada beberapa lokasi yang lebih membutuhkan pembinaan akidah. Ketika ditemui hidayatullah.com di TPA Rawadas, Yeyen menceritakan tentang Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya, Jakarta Timur. Murid binaan disana merupakan para mantan Wanita Tuna Susila (WTS). Mereka dibina oleh Kementrian Sosial setelah terciduk.
TPA Shirotol Mustaqim, contoh lokasi lainnya. Berada tak jauh dari rel kereta api sekaligus berdekatan dengan lokalisasi, menjadikan anak-anak para tukang becak dan pemulung ini haus bimbingan akidah.
TPA Lukmanul Hakim, Kampung Monyet, Jakarta Timur juga pernah bermitra dengan KOMPAQ. Dinamakan Kampung Monyet karena sebagian besar tukang monyet keliling berdiam disana. Menjangkau kaum marjinal lebih luas sejalan dengan visi utama para pendirinya.
“Para Hafidzah itu gelisah, mereka hafal 30 Juz, lalu apa yang bisa mereka lakukan?”Yeyen bercerita tentang enam perempuan penghapal Qur’an pendiri KOMPAQ. Hasil reflektif mereka tahun 2008, berbuah komitmen untuk mengajarkan Al Qur’an lebih luas lagi. Kitab suci umat Islam itu tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, tapi juga oleh kaum pinggiran. “Jiwa-jiwa mereka juga perlu didekati,”ucap Yeyen tandas.*