Hidayatullah.com– Pemimpin kudeta militer Niger Jenderal Abdourahamane Tchiani berjanji akan mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil dalam waktu 3 tahun.
Jenderal Tchiani membuat pengumuman tersebut usai bertemu dengan para mediator dari organisasi kerja sama regional Afrika Barat ECOWAS di ibukota, Niamey.
ECOWAS sebelumnya mengancam akan mengambil tindakan militer untuk memulihkan kekuasaan Presiden Mohamed Bazoum yang dikudeta bulan lalu apabila pembicaraan tersebut gagal.
Pimpinan junta mengatakan bahwa Niger tidak menginginkan perang, tetapi akan mempertahankan dirinya melawan intervensi asing.
“Apabila serangan dilakukan terhadap kami, itu tidak akan ditanggapi santai seperti yang dipikirkan sebagian pihak,” kata Jenderal Tchiani memperingatkan dalam pidatonya yang disiarkan di televisi pada Sabtu malam.
Tchiani juga menegaskan kembali kritik terhadap apa yang disebutnya sebagai sanksi “ilegal dan tidak manusiawi” yang dijatuhkan oleh ECOWAS terhadap negara yang terkurung daratan dan tidak memiliki garis pantai itu.
Tindakan ilegal dan tidak manusiawi itu antara lain pemutusan arus listrik, sehingga Niamey dan kota-kota besar lain di Niger menjadi gelap gulita, serta pemblokiran impor sejumlah bahan pokok.
Truk-truk pembawa barang terjebak selama berpekan-pekan menunggu izin untuk membawa pasokan barang ke Niger, sehingga mendorong harga-harga bahan pangan meroket.
“Sanksi tidak dibuat dengan tujuan mencari solusi tetapi untuk membuat kami bertekuk lutut dan mempermalukan bangsa kami,” kata Jenderal Tchiani.
Hari Sabtu kemarin, ribuan orang datang ke stadion di Niamey untuk mendaftar diri secara sukarela guna mempertahankan Niger apabila terjadi invasi. Kerumunan ribuan orang yang membanjiri stadion membuat pendaftaran tidak berjalan lancar, lapor Reuters.
ECOWAS menolak kerangka waktu tiga tahun yang disodorkan junta Niger usai perundingan hari Ahad (20/8/2023), lansir BBC.
“ECOWAS tidak lagi menerima transisi yang berkepanjangan di wilayah tersebut. Mereka harus bersiap untuk menyerahkan [kekuasaan] dalam waktu sesingkat mungkin,” kata Abdel-Fatau Musah, komisioner urusan politik, perdamaian dan keamanan di blok kerja sama itu, kepada BBC.
“Semakin awal mereka mengembalikan kekuasaan kepada sipil dan berkonsentrasi pada tanggung jawab utama mereka yaitu mempertahankan integritas teritorial Niger, semakin baik bagi mereka,” imbuhnya.
Upaya-upaya regional untuk memulihkan pemerintah Niger didukung oleh Amerika Serikat dan Prancis, yang keduanya memiliki pangkalan militer di Niger. Keberadaan pangkalan AS dan Prancis itu merupakan bagian dari usaha pemberantasan kelompok bersenjata Muslim di kawasan Sahel.
Jenderal Tchiani, yang memimpin pasukan pengawal presiden sebelum kudeta 26 Juli, mengatakan bahwa intervensi pasukan asing di kawasan itu justru akan memperparah aksi pemberontakan kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan ISIS.
“Mereka tampaknya tidak paham dengan fakta bahwa sebagian besar adalah berkat profesionalisme dan keberanian pasukan pertahanan dan keamanan Niger bahwa Niger tetap menjadi penghalang yang mencegah gerombolan teroris itu mengacaukan seluruh kawasan ini,” kata Jenderal Tchiani.
Kudeta serupa dengan alasan serupa sebelumnya sudah lebih dulu terjadi di Burkina Faso dan Mali, di mana masyarakat kedua negara itu juga menilai bahwa kehadiran pasukan asing (Barat) justru tidak sanggup mengatasi kelompok-kelompok pemberontak dan kelompok bersenjata afiliasi Al-Qaeda dan ISIS. Burkina Faso bahkan terang-terangan meminta pasukan Prancis ditarik dari wilayahnya.
Jenderal Tchiani tidak memberikan perincian tentang pengalihan kekuasaan ke sipil, tetapi mengatakan prinsip-prinsip transisi akan diputuskan dalam 30 hari dalam “dialog” yang diselenggarakan oleh para pemimpin kudeta.
Delegasi ECOWAS dipimpin oleh bekas pemimpin militer Nigeria Jenderal Abdulsalami Abubakar dan di dalam delegasi itu ada tokoh Muslim Nigeria paling senior, Muhammadu Sa’adu Abubakar III yang dikenal sebagai Sultan Sokoto atau pemimpinnya warga Muslim Nigeria. Wilayah Kekhalifahan Sokoto di masa lampau mencakup wilayah Niger saat ini. Kekhalifahan Sokoto merupakan sebuah kerajaan Islam yang kuat sebelum para penjajah dari Eropa menduduki Afrika.*