Hidayatullah.com– Literasi di kalangan remaja Belanda menurun tajam kurun empat tahun terakhir sementara performa dalam pelajaran matematika dan sains juga menurun, menurut studi perbandingan 81 negara.
Sepertiga dari anak usia 15 tahun hanya mendapatkan skor level 1 pada skala sampai 6, artinya mereka berisiko meninggalkan sekolah tanpa keterampilan membaca dan menulis yang diperlukan untuk berfungsi di masyarakat, lapor Dutch News Selasa (5/12/2023).
Dari 14 negara Uni Eropa yang ambil bagian dalam Programme for International Student Assessment, hanya Yunani yang menunjukkan performa lebih buruk dibandingkan Belanda pada tahun 2022.
Sampai tahun 2015 skor Belanda di atas rata-rata 14 negara Uni Eropa dan 81 negara OECD yang berpartisipasi dalam studi tersebut. Namun, pada dua periode terakhir, di tahun 2018 dan 2022, mereka tertinggal.
Pelajar-pelajar Belanda masih unggul dibandingkan mayoritas sebaya mereka di bidang matematika, relatif banyak yang memperoleh peringkat “excellent”. Namun, skor secara keseluruhan di ketiga subyek itu menurun.
Pelajar putra yang unggul di bidang matematika lebih banyak dibandingkan pelajar putri, yang justru lebih “ketakutan” dengan pelajaran tersebut. Namun, pelajar putri rata-rata lebih baik skornya dalam membaca.
Performa di bidang sains rata-rata juga menurun. Belanda tidak lagi di atas rata-rata Uni Eropa dan hanya sedikit di atas skor rata-rata OECD. Satu dari empat remaja Belanda tidak memiliki kecukupan literasi pada bidang matematika dan sains.
Pejabat sementara menteri pendidikan Mariëlle Paul mengaku prihatin dengan hasil studi itu. “Kita bisa dan harus melakukan jauh lebih baik,” ujarnya. “Ini adalah keterampilan yang sangat penting bagi setiap orang untuk dapat mengambil bagian dalam masyarakat.”
Pandemi Covid-19 dituding ikut andil dalam melemahnya kemampuan akademik para pejalar sekolah menengah sejak 2018. Namun, penurunan di Belanda sudah lebih dulu, sejak tahun 2015.
Tiga dari 10 remaja yang mengikuti survei mengalami kesepian ketika sekolah ditutup selama pandemi. Anak perempuan dan siswa sekolah vokasi kelas paling rendah, vmbo, yang paling merasa kesepian.
Theo Witte, ketua tim independen terdiri dari para pakar edukasi RED yang memberikan masukan bagi pemerintah di bidang pendidikan, mengaku sangat terkejut dengan hasil studi tersebut.
“Kita mengalami krisis pendidikan yang parah,” ujarnya.
Dia menyayangkan manifesto partai-partai politik di Belanda – termasuk partai besar – yang tidak memiliki rencana komprehensif guna mengatasi penurunan kualitas pendidikan.
“Mereka memiliki beragam macam ide dan harapan yang tidak jelas, yang sebagian besar sulit diwujudkan disebabkan adanya masalah kekurangan jumlah guru,” kata Witte.*