Hidayatullah.com—Pengamat militer di koran Ha’aretz Israel, Amos Harel, mengungkap adanya perselisihan tajam antara Dinas Intelijen umum Israel Zionis Shabak dan Badan Intelijen Militer-Zionis Aman seputar serangan ke Jalur Gaza bulan Juli lalu.
Harel menyebutkan, perselisihan terjadi sejak awal agresi, dimana Shabak yakin bahwa Hamas telah menyiapkan diri untuk memasuki pertempuran dan telah merencanakan untuk menyerang Israel, sementara Aman meyakini bahwa Hamas tak menginginkan pertempuran.
Perselisihan ini nampaknya berdampak pada pandangan sejumlah anggota kabinet dan aparat dua institusi intelijen tersebut, seputar 3 poin; yaitu informasi tentang proyek besar Hamas membangun terowongan serangan, analisa sejumlah motif Hamas ketika memasuki pertempuran serta kemampuan Hamas bertahan dan bertempur lebih dari 50 hari.
Harel mengungkapkan, Shabak telah memberikan peringatan di level politik Israel selama bulan April lalu, yang menegaskan bahwa Hamas telah merencanakan operasi luas di kawasan Karem Abu Salim, Gaza Selatan, dan menculik sejumlah serdadu Zionis sebagai daya tawar yang memaksa Israel dan Mesir untuk menghentikan perang, demikian tulis Ha’aretz, dikutip PIC.
Seperti diketahui, kemampuan dan ketanggugan Hamas melawan Israel tidak pernah diprediksi sebelumnya oleh penjajah Israel.
Sementara itu, serangan 51 hari penjajah Israel ke Gaza telah menghabiskan waktu, tenaga dan dana tidak sedikit di pihak Israel.
Dalam sebuah laporan diungkap, Israel telah mengeluarkan biaya lebih dari 2,5 miliar USD membiaya serangan ke Gaza, namun hasilnya nol untuk mengalahkan Hamas.
Dalam konferensi perekonomian minggu ini di Tel Aviv, Menteri Pertahanan Moshe Ya’alon mengatakan sebagian besar biaya perang itu berasal dari sekitar 6.000 serangan yang dilakukan pasukan Israel terhadap berbagai lokasi di Gaza, kebanyakan serangan udara.
Ya’alon mengatakan Israel juga menghabiskan dana 100.000 dollar setiap kali sistem pertahanan misil Iron Dome miliknya menembak jatuh sebuah roket yang ditembakkan Hamas ke negara Yahudi itu. Padahal, saat itu, Hamas menembakkan sekitar 600 roket ke Israel.
Yaalon mengakui meski telah digempur berminggu-minggu, Hamas masih memiliki sisa persenjataan yang memadai. Ia bahkan memprediksi, Hamas masih memiliki 10.000 bahan ledak ketika konflik itu pecah dan saat ini masih punya sekitar 2.000.