Hidayatullah.com– Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pekan ini dijadwalkan bertolak ke Moskow untuk membahas negosiasi nuklir belum lama ini dengan Amerika Serikat di Oman.
Hari Sabtu (12/4/2025), Araghchi melakukan negosiasi dengan utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff di Muscat perihal program nuklir Teheran.
“Dr. Araghchi akan melakukan perjalanan ke Moskow pada akhir pekan ini,” kata juru bicara Esmaeil Baqaei, seraya menambahkan bahwa perjalanan tersebut “sudah direncanakan sebelumnya” dan akan menjadi peluang untuk membahas perkembangan terbaru terkait perundingan di Muscat.
Iran dan Amerika Serikat secara terpisah menggambarkan diskusi hari Sabtu itu sebagai “konstruktif”.
Negosiasi tersebut digelar beberapa pekan setelah Presiden AS Donald Trump mengirim surat kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, berisi peringatan kemungkinan tindakan militer jika Teheran tidak bersedia melakukan perundingan tentang program nuklirnya.
Rusia, sekutu dekat Iran, dan China beberapa pekan sebelumnya sudah mengadakan diskusi dengan Iran mengenai program nuklirnya.
Moskow menyambut baik perundingan Iran-AS dan mendorong solusi diplomatik, serta memperingatkan bahwa konfrontasi militer hanya akan mengundang “bencana global”.
Perundingan Iran-AS selanjutnya akan digelar pada hari Sabtu 19 April. Iran belum mengkonfirmasi di mana lokasinya, tetapi Kementerian Luar Negeri Belanda dan sumber-sumber diplomatik mengatakan Roma, ibu kota Italia sebagai lokasinya.
Baqaei mengatakan perundingan-perundingan selanjutnya dengan AS masih akan dimediasi oleh Oman, dan menegaskan kembali bahwa Teheran menilai perundingan langsung “tidak efektif” dan “tidak berguna”.
Baqaei mengatakan Iran akan menerima kedatangan kepala pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (IAEA) Rafael Grossi dalam beberapa hari mendatang, tetapi detil lawatannya belum diputuskan, lansir AFP Senin (14/4/2025).
Sementara itu lewat platform X, Grossi mengkonfirmasi bahwa dirinya akan mengunjungi Iran pekan ini.
Kepala International Atomic Energy Agency (IAEA) itu terkahir kali mengunjungi Iran pada bulan November 2024, ketika dia berbicara dengan sejumlah pejabat tinggi Iran termasuk Presiden Masoud Pezeshkian.
Dalam laporan kuartalan Februari 2025, IAEA mengatakan Iran diperkirakan memiliki 274,8 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60 persen, yang jauh melebihi batas 3,67 persen yang ditetapkan dalam kesepakatan tahun 2015.
Untuk bisa dijadikan senjata nuklir pemusnahan massal, uranium perlu diperkaya hingga 90 persen.*