Hidayatullah.com—Ulah pendukung John Kei, terdakwah kasus pembunuhan Direktur PT Sanex Steel Tan Harry Tantono yang membuat kericuhan dan sempat mengancam Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang pembacaan tuntutan JPU, Selasa (04/12/2012) kemarin mendapat kritik Direktur Lembaga Kajian Politik dan Syariat Islam (LKPSI) Fauzan Al Anshari.
Menurut Fauzan, ada perbedaan perlakuan antara penanganan preman dengan anggota Front Pembela Islam (FPI) atau kelompok Islam. “Coba jika pendukung John Kei itu FPI, pasti lain,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Rabu (05/12/2012)
Menurut Fauzan, dalam banyak aksi, kelompok seperti ini jelas-jelas meresahkan dan membawa senjata tajam, namun faktanya polisi tak berani melakukan tindakan.
“Preman walaupun bawa senjata di publik tidak akan kena UU Terorisme, beda kalau yang bawa pentungan adalah FPI atau Jamaah Anshorut Tauhid (JAT),” tambahnya.
Menurut Fauzan, selama ini polisi dirasakan masyarakat tebang pilih dalam perlakuan hukum.
“Itu indikasi penegakan hukum yangn tidak adil. Jika terus begitu, polisi bisa dianggap menerima sesuatu dari kelompok preman, bisa soal uang parkir, keamanan diskotik, penggerebekan narkotik dll.”
“Sama seperti pelaku terror di Papua dan RMS di Maluku, mana mungkin polisi pakai Densus? Padahal Kapolda Papua mantan Komandan Densus.”
Sperti diketahui, ratusan massa pendukung Jhon Kei, hari Selasa, (04/12/2012), mengamuk menuntut Kejaksaan Agung membebaskan Jhon dari tuntutan hukum karena dinilai tidak ada bukti terlibat membunuh bos PT Sanex Steel, Tan Harry Tantono.
Penyebabnya, pendukung tokoh pemuda asal Maluku itu tidak terima John Kei dituntut 14 tahun penjara. Polisi terpaksa memuntahkan puluhan tembakan ke udara untuk mengusir simpatisan itu.
Massa yang tadinya berkumpul dan berteriak di dalam halaman PN Jakpus akhirnya di tarik keluar. Diluar, massa berteriak memaki jaksa.
“Bakar jaksa, bunuh dia,” teriak massa.
Sidang yang molor hingga tiga jam dari agenda semula yakni pukul 10.00 tersebut memang berjalan panas. Beberapa kali jalannya sidang sempat terhenti sementara karena protes dari pihak John Kei. Puncaknya, saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut John bersalah dalam pembunuhan pengusaha asal Surabaya itu. John Kei dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan melanggar pasal pertama primer 340 KUHP, subsider 338 KUHP jo pasal 55 KUHP ayat 1 dengan tuntutan pidana 14 tahun penjara.*