Bahrul Ulum
Hidayatullah.com–Para ulama menasehati agar setiap Muslim memahami bagaimana bersikap terhadap sesama Muslim dan orang-orang kafir. Ini perlu diketahui supaya orang yang mengaku beriman kepada Allah tidak keliru menempatkan sikapnya terhadap masalah tersebut. Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan perkara ini dengan jelas dalam al-Qur’an dan Sunnah.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al-Fath[48] : 29).
Ayat diatas menggambarkan bagaimana sikap Rasulullah dan para sahabatnya terhadap orang kafir di satu sisi, dan terhadap orang-orang mukmin di sisi lain.
Mengomentari ayat ini, Ibnu Abbas berkata: “Mereka bersikap kepada orang-orang mukminin layaknya seorang bapak kepada anaknya, seorang tuan kepada hamba sahayanya, dan ketegasan mereka terhadap orang-orang kafir bagaikan seekor hewan buas terhadap hewan buruannya. Dan diantara sifat-sifat sempurna seorang mukmin agar salah seorang diantara mereka berlaku tawadhu’ dihadapan saudaranya dan kepada mukmin yang loyal kepadanya, bersikap pengasih kepada orang-orang pilihan tersebut, senantiasa tertawa tersenyum dihadapan saudaranya yang mukmin, bersikap tegas dan keras terhadap orang-orang kafir, menampakkan ketidak senanganan dan berwajah masam dihadapan seorang kafir, dan belaku tegas dalam persengketaan dan permusuhan kepadanya.” (Lihat Tasir Ibnu Katsir)
Saling Menyayangi di antara Muslim
Dalam sebuah sabdanya Rasulullah berkata, “Seorang muslim itu adalah saudaranya orang muslim lainnya, janganlah ia menganiaya saudaranya itu, jangan pula menyerahkannya – kepada musuh. Barangsiapa memberikan pertolongan pada hajat saudaranya, maka Allah selalu memberikan pertolongan pada hajat orang itu. Dan barangsiapa melapangkan kepada seseorang Muslim akan satu kesusahannya, maka Allah akan melapangkan untuknya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi cela seseorang Muslim maka Allah akan menutupi celanya pada hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)
Kemudian dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubahnya suatu bangunan yang bagian-bagiannya (satu sama lainnya) saling menguatkan.” (HR. Muslim)
Dua hadis di atas semakin memperjelas sikap yang ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, sehingga perlu dijadikan cermin bagi kita. Seorang muslim seharusnya bertanggung jawab atas penderitaan muslim lainnya. Yakni berusaha menghilangkan rasa sakit yang diderita saudaranya sesama muslim.
Jika saat ini kita menyaksikan di televisi bahwa saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, dan tempat lainnya sedang menderita, seharusnya kita juga bersedih karena mereka adalah saudara kita. Kesedihan itu kemudian dimanifestasikan dalam bentuk pertolongan yang bisa dilakukan sesuai kemampuan. Seorang muslim seharusnya tersentuh hatinya menyaksikan muslim lainnya menderita dan teraniaya. Penderitaan mereka pada hakikatnya adalah penderitaan seluruh umat Islam.
Karena itu sangat disayangkan jika ada di antara kita malah diam seribu bahasa bahkan bersikap acuh tak acuh dengan penderitaan yang dialami sesama Muslim. Padahal dalam al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa wujud konkrit sikap saling menyayangi di antara kaum muslimin itu di antaranya meliputi saling mengenal (ta’aruf) (Al Hujuraat (49): 13). Saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa (ta’awun bil birri wa taqwa) (Al Maidah (5): 2). Saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (tausyiah bil haqqi was sabri) (Al ‘Ashr (103) : 3). Saling memaafkan (An Nuur (24): 22). Saling menetapi hubungan silaturrahim (An Nisaa’ (4) : 1)
Tegas Terhadap Orang Kafir
Sikap tegas yang dimaksud di sini adalah tegas memegang prinsip di dalam masalah aqidah atau keimanan saat berhadapan dengan orang-orang kafir. Sesungguhnya bukan pada orang kafirnya, namun bentuk kekafiran itulah yang menjadi alasan sikap tegas itu perlu ditegakkan. Ini dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Selama orang-orang kafir itu tidak memerangi kaum muslimin, mereka harus dilindungi. Namun sebaliknya, apabila mereka memeranginya atau semakin menjadi dalam kekafirannya, umat Islam harus bersikap tegas sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah Saw dan para sahabatnya kepada bangsa Yahudi yang memerangi kaum muslimin.
Sikap keras ini dimaksudkan sebagai alat yang digunakan untuk menghadapi para penguasa lalim, orang-orang yang sombong, munafik, dan musuh-musuh agama. Kita tidak dituntut untuk berlaku lembut bagi para penguasa lalim dan orang-orang kafir yang memusuhi umat Islam. Allah SWT telah menegaskannya dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 73, “Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.“
Sikap tegas dan keras bukan berarti menganiaya mereka, dan juga bukan hanya terbatas dalam bentuk perang. Keras dan tegas juga dapat tercermin dalam sikap tidak berkompromi bila mengakibatkan terabaikannya prinsip ajaran agama. Para penguasa yang sengaja merusak dan menodai Islam melalui kebijakan yang dibuatnya tidak boleh didukung. Bahkan mereka harus diperingatkan dan ditegur.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu berkawan dengan orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.“ (Al-Mumthahanah [60] : 8-9).
Kita memohon kepada Allah agar menunjuki kita kepada jalan yang benar. Amin. /Mahasiswa S3 Unida Gontor