Oleh: Ady Amar
Hidayatullah.com | Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, sulit dibendung untuk tidak diakui prestasinya. Maka prestasi demi prestasi Anies dan Pemprov DKI didapatnya.
Prestasi berupa penghargaan adalah hal biasa. Itu bagian dari apresiasi lembaga apa pun itu, yang merasa terbantukan, lalu penghargaan diberikan.
Hampir semua lembaga pemerintahan/departemen, ataupun lembaga swasta, semacam beramai-ramai sahut menyahut memberi apresiasi penghargaan pada Anies atau pada Pemprov DKI.
Mengapa demikian, mengapa seolah hanya Anies dan Pemprov DKI saja yang diganjar penghargaan demi penghargaan, itu yang muncul dibenak mereka yang tidak mampu melihat kerja Anies dan Pemprov DKI secara obyektif dan apa adanya.
Anies tidak bekerja pada lini tertentu, tapi semua lini dikerjakan sesuai dengan prioritasnya. Maka pada akhirnya yang terlihat adalah hasil apa yang dikerjakannya. Lalu wajar saja jika lalu diganjar dengan penghargaan demi penghargaan.
Jika melihat Anies pada ujungnya, itu pada saat penghargaan didapatnya, maka prasangka yang lalu muncul dengan nada negatif. Itulah yang menyebabkan Pak Tejo lalu usil pada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
Siapa Pak Tejo itu? Ia bukan nama orang, tapi singkatan sebuah relawan yang bekerja untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Itu singkatan dari Pasukan Tetap Joko Widodo, disingkat Pak Tejo.
Entah berapa banyak kelompok relawan yang “bekerja” untuk Presiden Jokowi. Tentu awalnya hanya relawan yang bekerja mengusung Jokowi dalam Pilpres. Setelah Presiden terpilih, maka semestinya tugas mereka pun ikut selesai, atau dibubarkan.
Tapi kelompok relawan yang entah berapa banyak jumlahnya itu keasyikan, dan tak hendak membubarkan diri. Lanjut kerja sebagai “penjaga” Presiden Jokowi, bahkan ada yang lalu merangkap sebagai buzzer. Maka siapa saja yang coba mengkritik kebijakan rezim, maka mereka akan “menggonggong” keras.
Banyak yang lalu seolah berperan sebagai “juru bicara” amatir rezim. Muncul di televisi seolah tokoh yang patut diperhitungkan. Berdebat dengan pakar yang tentu tidak seimbang, dan yang muncul perdebatan ngasal bicara dengan logat emosional. Jadi tontonan tidak menarik, yang tidak pantas ditampilkan.
Tito pun Disengatnya
Pada akhir Desember 2020, Pemprov DKI meraih penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebagai provinsi terinovatif.
Penghargaan yang memang seharusnya diberikan. Dan sejujurnya di tangan Gubernur Anies Baswedan, inovasi pembangunan, tidak saja pada sarana fisik semata, tapi juga inovasi memanjakan kemudahan berbagai aspek untuk warganya.
Dan, awal Maret 2021 ini, lagi Kemendagri memberikan penghargaan Karya Bakti Peduli Satpol PP kepada Pemprov DKI.
Apresiasi Mendagri Tito Karnavian pada kepala daerah yang memberi dukungan penuh dalam peningkatan peran, tanggung jawab serta peningkatan tugas dan fungsi Satpol PP di daerah.
Dalam hitungan bulan, dua penghargaan dari Kemendagri diberikan pada Pemprov DKI. Itulah yang membuat relawan Pak Tejo jingkrak-jingkrak lalu muncul prasangka menyerang Pak Tito. Aneh.
Pak Tito itu pembantu Presiden Jokowi, kok lalu “diserang” dan diprasangkai buruk. Pak Tito itu lebih dekat pada Pak Jokowi, ketimbang Pak Tejo dan berjibun relawan lainnya. Dan Pak Anies pun bekerja untuk warga Jakarta secara baik, dan itu juga mengangkat nama Pak Jokowi langsung maupun tidak langsung.
Prasangka buruk yang dilempar Pak Tejo, lewat ketuanya Tigor Doris Sitorus, itu mengada-ada. Mungkin berharap tidak ada lagi penghargaan dari Kemendagri untuk Pak Anies atau Pemprov DKI. Ini bisa jadi semacam serangan psikologis buat Pak Tito, dan pada kementerian lainnya agar berpikir jika akan memberi penghargaan, itu jika tidak ingin digebuk.
Kata Tigor, Pak Anies adalah tokoh yang dilirik Tito, karena popularitas tinggi untuk Pilpres akan datang. Pada semua lembaga survei, Anies ada di posisi tiga besar. Karenanya, Pak Tito berharap bisa dilirik sebagai Cawapresnya.
“Ada dugaan Tito sedang mengalami turbulensi popularitas, sehingga menebeng melalui Anies Baswedan. Jadi semacam pansos (panjat sosial) begitu,” tuduh Tigor, Senin (8/3).
Di negeri prasangka ini, hal-hal biasa dan sewajarnya, menjadi tidak wajar jika itu menyangkut Anies Baswedan. Penilaian obyektif para pejabat yang lalu mengapresisasi kerja Anies dan Pemprov DKI, lalu dikoreksi dengan prasangka buruk (prejudice).
Sabar saja ya Pak Tito, teruslah bersikap obyektif. Negeri ini memang tengah sakit, bahkan sakit yang dipelihara, dan lalu coba menyeret orang lain untuk juga ikut-ikutan sakit. Duh Gusti… (*)
Kolumnis, tinggal di Surabaya