Oleh: Ricky Faishol
FANATISME adalah paham atau prilaku yang menunjukan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. sikap fanatik biasanya dianut oleh kebanyakan orang yang terlalu jatuh cinta terhadap sesuatu yang diikutinya baik itu seorang tokoh, kelompok, sekte, ataupun negara.
Fanatik jelas tak dapat dihindari bahkan sikap ini bisa menjadi jembatan menuju perpecahan. Bukan hanya itu, fanatik dapat merubah worldview (pandangan hidup) seseorang menjadi sinis dan skepetis.
Winston Churchiil, seorang Filsuf Barat menuturkan “seorang fanatik tulen tidak akan bisa mengubah pola pikir dan tidak akan bisa mengubah haluannya”. Bisa dikatakan seseorang yang fanatik memiliki standar yang ketat dalam pola pikirnya dan cenderung tidak akan mendengarkan opini maupun ide yang dianggapnya bertentangan.
Manchester, satu kota besar di inggris yang dihuni oleh dua klub sepak bola yaitu Manchester United dan Manchetser City. Jika Manchester City memilik fans yang fanatik, begitu pula dengan Manchester United memiliki fans yang begitu fanatik. Meski MU adalah klub yang saya banggakan namun saya menolak sikap fanatik supporter-nya.
Dipinggir jalan kota Manchester Inggris terdapat papan iklan besar bertuliskan “It’s Like Religion”. Iklan ini terpampang besar dengan salah satu ikon pesepakbola dengan ribuan supporter-nya yang fanatik. Ternyata ini salah satu iklan klub sepak bola yaitu Manchester United. Karena sangat fanatiknya supporter Manchester united, mereka rela menuliskan “Manchester Is Our Heaven”. Mereka memposisikan Klub tersebut setara agama sebagai juru selamat menuju surga.
18 maret 2016, terjadi bentrokan luar biasa antara supporter Manchetser United dan Liverpool, kedua klub yang memiliki supporter ribuan yang begitu fanatik. Bentrokan yang dipicu oleh provokasi supporter MU dan di perburuk oleh balasan supporter Liverpool membuat kericuhan tak dapat dihindari. Bentrokan, kericuhan, dan kerusakan yang terjadi berakar dari fanatisme kedua fans klub tersebut yang sudah mendarah daging. Ini contoh fanatik kelompok (Fanatical Class)
Jika Adam Smith begitu fanatik dengan paham kapitalisnya, Karl Marx tak kalah fanatik dengan paham komunisnya. Marx yang geram dengan kaptalisme ala Smith yang menciptakan manusia borjuis dan proletar, Marx mencoba mengapus manusia tanpa kelas. Dengan kepercayaan dirinya bahwa komunisme mampu memberikan kesejahteraan dan pemerataan.
Tapi, equality (persamaan) yang diusung Marx nampaknya tidak memberikan solusi. Karena komunisme hadir bukan untuk pemerataan namun untuk melawan kapitalisme. Karena sikap fanatik kedua kubu, sampai kapanpun komunisme dan kapitalisme tidak akan dapat bergandengan. Inilah contoh fanatik ajaran (Fanatical Theory/Fanatical Concept).
Dari contoh di atas mengingatkan kita kepada satu Hadits Nabi Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ. رواه أبو داود.
“Bukan termasuk kaumku orang yang mengajak pada fanatisme, dan bukan termasuk kaumku orang yang saling bunuh karena fanatisme, dan bukan dari kaumku yang meninggal karena (dalam keadaan) fanatisme”.
Abdul Rouuf al-Munawi dalam kitab Faidul Qodir menjelaskan : “bahwa orang yang mengajak untuk bersikap fanatik (ta’asub) dan berkumpul bersama orang-orang yang fanatik baik itu terhadap satu golongan, kaum, kelompok, sekte, maka ia telah membantu kedzoliman”.
Ibn Atsir mengatakan : “ orang yang fanatik adalah orang yang marah ketika idolanya dilecehkan, dan ia akan selalu menjaganya apapun keadaannya, karena fanatisme itu sikap attack (menyerang) dan defend (menahan)”.
Dari penjelasan Hadits diatas, kita bisa ambil beberapa poin :
Pertama, fanatisme satu paham yang harus di hindari, sikap yang harus di jauhi, karena sudah ada tahdzir (peringatan) langsung dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Kedua, fanatik buta adalah sikap tercela karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengategorikan sebagai kedzoliman. Dzolim terhadap diri sendiri dan dzolim kepada orang lain. Dzolim kepada diri sendiri karena fanatik adalah sikap destruktif dirinya dan yang diikutinya. Dzolim kepada orang lain karena ia akan bersikap sinis dan skeptis jika perspektif lawan bicaranya tidak sejalan.
Ketiga, fanatisme akan menumbuhkan eskalasi kepercayaan terhadap sesuatu atau seseorang, apapun keadaanya baik atau buruk, hak atau bathil pasti akan ikuti. Dan begitupun jika ada yang melecehkan, menyudutkan dan menjatuhkan sesuatu atau seseorang yang ia idolakan walaupun idolanya itu salah pasti akan dibelanya, dan akan menyerang balik kepada lawannya.
Meski fanatisme tidak nampak pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam dikarenakan rujukan dalam segala aspek kembali kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, namun Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sudah memberikan tahdzir (peringatan) keras kepada siapapun yang bersikap fanatik. Fanatisme yang tidak dikenal dari zaman Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sampai zaman Khalifah Utsman bin Affan, menunjukan eksistensinya diakhir jabatan Khalifah Utsman bin Affan. Eksistensi fanatisme kala itu memberikan pengaruh hebat terhadap dunia Islam dengan ditandai perbedaan dan perpecahan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim, kemudian perpecahan antara Khawarij dan kaum lainnya.
Dari contoh dan penjelasan tadi, kuriositas kita terhadap fanatisme adalah akar perpecahan terjawab sudah. Karena fanatisme adalah sebab dan perpecahan adalah akibat maka tak dapat dihindari kausalitas antara keduanya bahkan itu sebuah keniscayaan. jika fanatisme terhadap suku, budaya, ataupun kelompok tumbuh kembang dalam masyarakat yang plural, niscaya akan mencederai pluralitas negara tersebut dan perpecahan tak dapat dihindari.
Baca: Mencontoh Ahli Hadist yang Hanya Fanatik pada Rasulullah
Al-Imam Muhammad Abu Zahroh mengatakan : “fanatisme adalah akar perbedaan bahkan akar perbedaan yang dahsyat yang dapat memecah belah umat”. (Kitab Tarikh Madzahib Islamiyah, hal:12).
Dalam konteks ke-Indonesiaan, negara yang pluralitas yang dihuni berbagai macam suku, ras, keyakinan, dan kepercayaan, justru tak dapat dihindari adanya sikap fanatik kepada hal tertentu. “semakin banyak kepala semakin banyak pendapat” kalimat ini merupakan representasi wajah Indonesia yang pluralitas. Karena perbedaan merupakan sunatullah dan keniscayaan, tentu itu tak dapat dihindari di Indonesia. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa menggambarkan Indoensia yang pluralitas, penuh perbedaan namun sarat toleransi.*
Penulis mahasiswa Universitas Al-Ahgaff Hadrhamaut Yaman