Hidayatullah.com– Dr Mohamed Muizzu, yang memenangkan pemilihan presiden Maladewa bulan lalu, tidak membuang waktu untuk meminta India menarik pasukan dari negaranya. “Kami tidak ingin ada pasukan militer asing di tanah Maladewa… Saya menjanjikan hal ini kepada rakyat Maladewa dan saya akan menepati janji saya sejak hari pertama.”
Muizzu, yang akan dilantik pada bulan November, dalam wawancara eksklusif dengan BBC mengatakan bahwa dia bertemu dengan duta besar India beberapa hari setelah kemenangannya dan “mengatakan kepadanya dengan sangat tegas bahwa setiap personel militer India di sini harus disingkirkan”.
Maladewa, sebuah negara pulau di kawasan Samudera Hindia, sejak lama menjalin hubungan erat dengan India.
Aliansi yang mendukung Muizzu memandang hubungan tersebut – yang diperkuat oleh kebijakan kepala negara sebelumnya Presiden Solih yang lebih mengutamakan India – sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan keamanan Maladewa.
Aliansi Muizzu mendukung hubungan yang lebih erat dengan China, yang telah menginvestasikan ratusan juta dolar di Maladewa dalam bentuk pinjaman dan hibah untuk proyek infrastruktur dan pembangunan, lansir BBC Ahaf (22/10/2023).
Namun India, yang bermaksud mengukuhkan pengaruhnya di negara pulau itu guna mengawasi bagian penting dari Samudera Hindia, juga telah memberikan bantuan pembangunan sekitar $2 miliar kepada negara tersebut.
Apabila pasukan India harus angkat ransel dari Maladewa, maka ini akan menjadi tamparan keras bagi Delhi.
Namun kehebohan atas “hadiah” yang diberikan Delhi kepada Maladewa – berupa dua helikopter yang diterima pada tahun 2010 dan 2013 serta sebuah pesawat kecil pada tahun 2020 – telah memberikan dorongan besar pada kampanye “India keluar”.
Delhi mengatakan pesawat-pesawat itu akan digunakan untuk misi pencarian dan penyelamatan serta evakuasi medis. Namun pada tahun 2021, pasukan pertahanan Maladewa mengatakan sekitar 75 personel militer India ditempatkan di negara tersebut untuk mengoperasikan dan memelihara pesawat-pesawat India tersebut.
Hal ini memicu kecurigaan dan kemarahan karena banyak orang merasa pesawat-pesawat itu sebenarnya digunakan untuk melakukan pengintaian dan dijadikan alasan penempatan tentara India di Maladewa.
Muizzu juga mengatakan bahwa kehadiran pasukan India dapat membahayakan Maladewa – terutama menyangkut ketegangan antara India dan China meningkat di sepanjang perbatasan kedua negara itu di Himalaya.
“Maladewa terlalu kecil untuk terlibat dalam perebutan kekuasaan global ini. Kami tidak akan terlibat dalam hal ini,” katanya.
Muizzu mengatakan dia juga bermaksud meninjau kembali semua perjanjian yang telah ditandatangani Maladewa dengan India dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami tidak tahu apa yang ada di dalamnya. Bahkan di Parlemen, beberapa anggota parlemen saat debat mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa yang ada di dalam perjanjian itu. Saya yakin kami akan mengetahuinya,” kata Muizzu.
Presiden terpilih Maladewa ini juga memuji proyek-proyek infrastruktur China di negaranya, mengatakan bahwa investasi tersebut telah mengubah ibukota Malé dan membawa kebaikan bagi penduduknya.
Namun, ia membantah bahwa dirinya “pro-Tiongkok” dan dirinya bukan seperti Solih yang “pro-India”.
“Saya orang yang pro-Maladewa. Bagi saya Maladewa yang utama, kemerdekaan kami yang utama” ujarnya. “Saya tidak pro atau menentang negara mana pun.”*