Hidayatullah.com—Protes anti-masjid di Himachal Pradesh, India, yang awalnya pecah di daerah Sanjauli di Shimla, menyebar ke wilayah lain di negara bagian tersebut, lapor The Wire.
Kekacauan ini dimulai dengan protes terhadap tuduhan adanya bangunan ‘masjid ilegal’ yang kini berkembang menjadi tuntutan untuk membatasi masuknya ‘orang luar’, sebuah istilah yang digunakan untuk menargetkan umat Islam dari negara-negara lain yang dituduh mengambil pekerjaan dan bisnis warga lokal.
Gelombang ketidakpuasan dilaporkan didorong oleh berbagai organisasi dari kelompok bisnis lokal, termasuk kelompok Hindu lama dan baru.
Aksi 11 September 2024 lalu menyebabkan bentrok antara pengunjuk rasa yang menuntut pembongkaran apa yang mereka tuduh ‘masjid ilegal’ dengan pihak polisi, mereka menghancurkan barikade dan melempari aparat keamaanan dengan batu.
Sekitar 10 orang, termasuk polisi dan wanita, ikut terluka. Mengutip The Hindu, dua personel polisi mengalami luka serius, satu di punggung dan satu lagi di kepala.
Aksi unjuk rasa 11 September telah menghancurkan barikade dan melempari batu sementara polisi menggunakan meriam air dan pentungan untuk membubarkan mereka. Sekitar 10 orang, termasuk polisi dan wanita, terluka.
Akibat insiden ini, Inspektur Polisi Shimla Sanjeev Kumar Gandhi telah melakukan panggilan orang-orang yang menghasut.
50 orang yang diidentifikasi oleh polisi termasuk pemimpin Vishwa Hindu Parishad (VHP), sebuah kelompok radikal Hindu dan anggota partai BJP yang berkuasa ikut terlibat.
“Ada rekaman CCTV, video, dan bukti foto orang-orang yang membawa batu di tangan mereka yang dilemparkan ke petugas yang sedang bertugas,” kata petugas itu.
Para pengunjuk rasa didakwa berdasarkan Pasal 196 tentang menyebarkan permusuhan atas dasar agama dan perkumpulan yang melanggar hukum, menyebarkan informasi palsu tentang agama, dan beberapa pasal lain.
“Itu adalah aksi protes yang sudah direncanakan sebelumnya untuk mengganggu ketertiban umum. Mereka yang memprovokasi seluruh insiden di media sosial telah diidentifikasi dan tindakan serta perilaku mereka mendukung bagaimana mereka berpartisipasi dalam kejahatan tersebut,” kata pejabat kepolisian.
“Dalam sebuah video, terlihat seseorang berdiri dengan tempo sedang dan memprovokasi orang-orang untuk melanggar perintah larangan berdasarkan pasal 163 Bhartiya Nagarik Suraksha Sanhita (BNSS). Kami tidak menerima permohonan apa pun untuk meminta izin melakukan unjuk rasa,” katanya.
Di tengah ketegangan di Shimla terkait masalah masjid Sanjauli, sebuah komite kesejahteraan Muslim menawarkan untuk merobohkan bagian yang dituduh ‘tidak sah’ (ilegal), sementara anggota masyarakat sendiri ikut merobohkan tembok masjid di tanah pemerintah di Mandi.
Delegasi Komite Kesejahteraan Muslim kepada Komisaris Kota Shimla Bhupendra Attri mengatakan bahwa umat Muslim Himachal Pradesh telah tinggal di daerah tersebut sebagai penduduk tetap. Mereka mengambil langkah pembongkaran ini untuk menjaga kerukunan dan persaudaraan.
“Kami telah meminta izin dari komisioner kota Shimla untuk menghancurkan bagian masjid yang (dianggap) tidak sah yang terletak di Sanjauli,” kata anggota Komite Kesejahteraan, Mufti Mohammad Shafi Kasmi.
Anggota Komite Dev Bhoomi Sangarh, yang ikut menyerukan aksi protes terhadap pembangunan tak berizin di masjid tersebut menyambut baik langkah kalangan Muslim ini.
“Kami menyambut baik langkah komunitas Muslim dan akan menjadi yang pertama memeluk mereka karena mengambil inisiatif ini demi kepentingan yang lebih besar,” kata anggota samiti Vijay Sharma.
Sementara itu, aksi serupa ikut merembet ke distrik Nerwa, Kasumpti, Mandi, Kullu dan Hamirpur. Komunitas Muslim yang ikut menjadi sasaran permusuhan agama ini terjadi di Solan dan Palampur, dimana penduduk setempat menuduh warga yang telah lama tinggal di situ sebagai ‘orang luar’.
Pada saat yang sama, Pemerintahan Kongres yang dipimpin Ketua Menteri Sukhwinder Suhu menghadapi kritik karena dianggap gagal mengelola situasi.
Beberapa pemimpin minoritas Kongres dari Himachal baru-baru ini meminta intervensi badan tertinggi partai tersebut di New Delhi untuk menemukan solusi terhadap krisis yang sering menarget umat Islam uang perkembangannya semakin meningkat ini.*