Hidayatullah.com– Semangat pulang kampung para pengungsi Suriah menguat setelah tumbangnya rezim Bashar Assad. Namun, Industri tekstil di Turki yang menggunakan tenaga mereka terancam akan kehilangan pekerja.
“Orang Suriah memberikan kontribusi besar pada sektor tekstil di sini. Jika mereka pergi, akan ada masalah perburuhan serius,” kata Ali Gozcu, menceritakan keresahan para pelaku industri tekstil di Turki, seperti dilansir AFP Selasa (11/2/2025).
Gozcu mengelola ALG Tekstil, sebuah perusahaan pembuatan pakaian di Gaziantep, sebuah kota di bagian selatan Turki yang menampung hampir setengah juta pengungsi Suriah.
“Kami tidak mengharapkan kepergian tiba-tiba, tetapi apabila itu terjadi, kami akan mengalami kekurangan buruh serius,” katanya kepada AFP, seraya menambahkan bahwa 70 persen pekerjanya adalah orang Suriah.
Gozku tidak sendiri.
“Semua pekerja di sini orang Suriah,” kata Yusuf Samil Kandil, seorang petugas pengontrol kualitas di pebrik pakaian Beni Giy, merujuk distrik Unal di mana perusahaan tekstil berjajar di tepi jalan dan manekin-manekin berdiri di depan toko-toko memamerkan pakaian yang dijual.
“Jika orang Suriah pergi, biaya tenaga kerja kami akan meningkat signifikan, demikian pula biaya produksi kami,” katanya kepada AFP.
Turki merupakan negara terbesar keenam sektor manufaktur tekstil di dunia. Sebagian besar industri itu berada di bagian selatan Turki, yang menampung sekitar 2,9 juta migran dan pengungsi Suriah.
Data pemerintah Turki menunjukkan bahwa sekitar 100.000 orang Suriah memiliki izin bekerja. Namun, para pakar meyakini sekitar satu juta orang Suriah terlibat aktif dalam aktivitas perekonomian di Turki, kebanyakan sebagai pekerja sektor informal, pekerja di bidang konstruksi, manufaktur dan tekstil.
Sebagian pakar menilai kepergian pekerja Suriah secara besar-besaran kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
“Meskipun mereka sangat senang Assad pergi, itu hanyalah satu dari sekian penghalang mereka untuk kembali,” kata Profesor Murat Erdogan, yang hasil survei Syrians Barometer-nya menunjukkan banyak orang Suriah masih khawatir akan keselamatan diri mereka apabila kembali ke negeri asal.
Kebanyakan dari mereka sudah memiliki kehidupan relatif mapan di Turki, dengan lebih dari 970.000 bayi dilahirkan kurun 12 tahun terakhir.Meskipun kondisi kerja sulit dan keras di Turki, mereka sadar kemungkinan tidak akan mendapatkan keadaan yang lebih baik di kampung halamannya, kata Prof. Erdogan kepada AFP.
“(Dalam survei) mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka memiliki banyak masalah di Turki dan bekerja sangat keras hanya untuk mendapatkan sedikit uang. Namun, apabila mereka kembali, sekalipun mereka mendapatkan pekerjaan, mereka mengatakan hanya akan memperoleh $14 sebulan,” papar Prof. Erdogan.
Mereka memperoleh jauh lebih banyak dari itu di Turki.
“Pulang ke negeri asal merupakan keputusan yang sangat besar. Oleh karena itu, saya menduga paling banyak 20 persen dari mereka yang akan pulang dan itu memakan waktu lama.”
Menghadapi ketidakpastian tersebut, Gozcu berusaha mencari cara baru untuk mempertahankan tenaga kerja orang Suriah, yang kebanyakan berasal dari Aleppo, yang letaknya hanya di seberang perbatasan dari Gaziantep.
Kalau perlu, “kami akan membuka tempat usaha di Suriah untuk mereka dan akan melanjutkan produksi kami di sana”, kata Gozcu, yang mengaku sudah memiliki hubungan sangat dekat dengan orang-orang Suriah.
Meskipun sebagian besar Suriah hancur lebur, Kemal Kirisci, seorang pakar migrasi di Brookings Institution yang berbasis di Washington, mengatakan masih ada potensi untuk membuat jaringan bisnis di Suriah.
“Dalam jangka panjang Suriah merupakan tempat yang sangat menjanjikan. Idealnya, kita bisa membuat perbatasan ekonomi yang sangat berpori sehingga orang bisa leluasa pergi-pulang,” kata Kirisci kepada AFP.
“Itu akan menguntungkan bagi industri Turki, bagi perekonomian, menguntungkan pula bagi Suriah dan pemerintahan barunya.”
Ide area perdagangan bebas dan pergerakan bebas visa ‘ShamGen’ antara Suriah, Yordania dan Libanon serta Turki kemungkinan bisa dihidupkan kembali. Ide yang terinspirasi dari Zona Schengen di Uni Eropa itu buyar di awal perang sipil Suriah 2011.
“Hal-hal ini bisa dihidupkan kembali dengan sangat mudah – tetapi kuncinya ada di pemerintahan yang baru,” kata Kirisci.
Sejauh ini berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri Turki hanya 81.000 lebih sedikit orang Suriah yang sudah pulang ke ke negerinya. Angka itu diduga akan bertambah pada bulan Juni di sekitar perayaan Idul Adha.*