Hidayatullah.com—Seorang lansia Muslim dipukuli secara brutal oleh gerombolan preman di sebuah setelah diteriaki “Pakistan” dan mengalami tuduhan palsu ‘melakukan tindakan tidak pantas’.
Lansia bernama Maulana diserang secara brutal di atas kereta atas tuduhan palsu berupa ‘pelecehan’ saat ia sedang mencoba mengumpulkan donasi madrasah yanag dikelolanya.
Ia diserang secara brutal oleh sesama penumpang di kereta saat kereta melaju dengan cepat, setelah seorang wanita menuduhnya telah ‘melakukan tindakan yang tidak pantas’.
Sedang membaca Al-Quran
Menurut keluarga korban, saat kejadian, Maulana sedang duduk di kursinya dan membaca Al-Quran.
“Beberapa pria menaiki kereta saat Maulana sedang naik. Mereka melontarkan komentar-komentar yang merendahkan umat Muslim sambil duduk di sekelilingnya untuk memastikan bahwa ia mendengar komentar-komentar tersebut,” kata keluarganya dikutip muslimmirror.com.
Kemudian seorang wanita menunjuk Maulana dan memanggilnya “orang Pakistan”. Seseorang memintanya untuk mendekati pintu ketika dua pria dan wanita mulai memukulinya tanpa ampun.
Maulana adalah seorang direktur di sebuah madrasah di kota Gangapur, Rajasthan, India. Ia naik kereta menuju Ankaleshwar untuk mengumpulkan dana bagi madrasahnya.
Dalam video penyerangan brutal tersebut, dua pria dan seorang wanita terlihat bersikap tidak baik terhadap Maulana.
Menurut Maktoob, insiden itu terjadi pada tanggal 28 Februari di atas kereta api Gujarat Queen Express.
Dalam sebuah video yang baru-baru ini dibagikan secara daring, terlihat dua pria berulang kali menampar dan memukuli meski Maulana telah memohon belas kasihan.
Meskipun tuduhan itu serius, otoritas kereta api belum mengonfirmasi keasliannya.
Video pertama kali diunggah oleh Jitendra Pratap Singh, pendukung setia Perdana Menteri Narendra Modi.
Video tersebut dengan cepat menarik perhatian publik, dan memicu diskusi tentang keselamatan umat Muslim di ruang publik di negara India.
Wasim Akram Tyagi, seorang jurnalis yang dikenal meliput isu-isu sosial-keagamaan, me-retweet video tersebut, yang semakin memperkuat kekhawatiran tentang meningkatnya kekerasan massa dan penargetan komunal terhadap individu Muslim di India.
“Setiap ekstremis yang penuh kebencian yang bepergian dengan kereta api menganggap dirinya berhak untuk menyerang seorang Muslim,” tulis Wasim Akram Tyagi di akun X.
Ini bukan insiden pertama kekerasan Muslim di India. Beberapa hari yang lalu, seorang pria lain dipukuli oleh sesama penumpang karena dituduh mencium seorang penumpang saat ia sedang tidur.
Insiden semacam itu tidak hanya menunjukkan masalah keselamatan di kereta api, tetapi juga tren keadilan publik yang berkembang pesat, di mana individu main hakim sendiri alih-alih menunggu proses hukum yang semestinya.
Insiden tersebut juga memiliki kemiripan dengan kasus tahun 2021 ketika Tasleem, seorang penjual gelang Muslim dari Hardoi, Uttar Pradesh dituduh secara keliru melakukan pelecehan terhadap wanita, yang menyebabkan serangan massa yang kejam terhadapnya.
Dia kemudian ditangkap dan didakwa dengan berbagai pelanggaran dan harus menghabiskan 107 hari di Penjara. Namun, dalam proses pengadilan panjang, hakim membebaskannya, dengan alasan kurangnya bukti.
Meskipun kereta api masih menjadi salah satu moda transportasi termurah di India, penumpang dibiarkan bertanya-tanya apakah mereka aman setelah laporan pelecehan, perampokan, dan kekerasan yang terus-menerus.
Para ahli mengatakan bahwa pihak berwenang harus mengerahkan lebih banyak petugas keamanan di kereta api dan menambahkan lebih banyak kamera pengintai untuk menghindari serangan semacam itu.
Meningkatnya Islamofobia
Kelompok riset yang berbasis di Washington, India Hate Lab (IHL), melaporkan kasus ujaran kebencian anti-muslim di India melonjak pada paruh kedua 2023. Mereka mencatat kenaikan sebesar 62 persen dibandingkan enam bulan pertama tahun ini.
IHL mencatat 668 insiden ujaran kebencian yang menargetkan umat Islam pada 2023, 255 di antaranya terjadi pada paruh pertama tahun ini, sementara 413 lainnya terjadi dalam enam bulan terakhir 2023, seperti dilansir Reuters.
Pengamat HAM menilai, ujaran kebencian dan Islamofobia di India meningkat sejak Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) dibawah pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi terpilih menjadi perdana menteri pada 2014 hingga saat ini.
Organisasi hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch (HRW), pernah merilis laporan yang menyoroti penggunaan retorika Islamofobia oleh Narendra Modi selama kampanye pemilu 2024.
Menurut laporan tersebut, dari 173 pidato kampanye yang disampaikan oleh Modi, lebih dari 100 di antaranya mengandung pernyataan yang secara langsung menargetkan umat Muslim dan minoritas lainnya. *