Hidayatullah.com–Pemilihan Ibrahim sebagai presiden pertama dibuat berdasarkan nama abjad terawal, dari sembilan anggota majelis itu yang akan bergiliran gilir mengambil alih jabatan Presiden.
Delapan orang lagi yang akan bekerjasama dalam jabatan itu adalah Ketua Kongres Kebangsaan Iraq, Ahmed Chalabi, pemimpin Kurdi Masoud Barzani dan Jalal Talabani, Iyad Allawi dari Perjanjian Kebangsaan Iraq, Muhsin Abdul Hameed dari Partai Islam Iraq, bekas Menteri Luar Negeri Adnan Pachachi, sarjana Syi’ah, Muhammed Bahr Al-Uloum dan seorang pejabat Majelis tertinggi bagi Revolusi Islam Iraq (SCIRI), Abdul Aziz Al-Hakim.
ICC mempertahankan keududukannya guna melantik presiden pertama majelis tersebut. “Tidak ada pertikaian mengenai isu ini. Ini merupakan keputusan yang wajar,” ujar seorang pejabat Majelis Tertinggi Revolusi Islam di Iraq (SCIRI), Abdul Aziz.
Sebanyak sembilan orang yang dipilih untuk menyandang jabatan tersebut secara bergilir merupakan lima wakil pengikut Syi’ah, dua wakil pengikut Sunni dan dua wakil Kurdi.
Pembentukan majelis yang didukung AS itu dibuat dengan mengambil perkiraan komposisi berbagai kelompok etnik, politik dan agama di Iraq.
Tugas pertama lembaga itu adalah memilih seorang ketua dan kemudian bertanggung jawab untuk melantik menteri, bertanggung jawab teradap urusan belanja negara, menentkan dasar-dasar pembaharuan ekonomi serta menyiapkan pemilu tahun dean.
ICC telah memulai mengadakan pertemuan pada 13 Juli lalu sebagai langkah pertama menuju sistem demokrasi di Iraq seperti yang diinginkan AS.
Ibrahim merupakan jurubicara partai Daawa, pergerakan Islam tertua di Iraq dan dibentuk pada 1957 dengan berdasarkan ideologi memperbaharui pemikiran Islam dan memodernkan institusi-institusi agama. (afp/bh)