Hidayatullah.com- Ratusan orang berdemonstrasi di luar Kedubes AS di Roma, kemarin. Mereka kecewa atas penembakan tentara AS terhadap wartawan Italia, Giuliana Sgrena dan intelijen Italia. Sgrena mengaku, AS memang berniat membunuhnya. Penembakan itu terjadi di satu pos pemeriksaan yang dijaga tentara AS dekat Bagdad setelah Sgrena, seorang koresponden veteran Timur Tengah bagi harian komunis Il Manifesto, telah dibebaskan dan akan meninggalkan Iraq.
Intelijen Italia itu, Nicola Calipari, tewas ketika dia mencoba melindungi Sgrena dengan badannya dari tembakan tentara AS saat mobil mereka mendekati pos pemeriksaan. Dua pejabat keamanan Italia lainnya menderita luka-luka dalam insiden tersebut.
“(Presiden AS George W.) Bush telah berubah; sekarang dia juga membunuh warga Italia,” kata tulisan pada spanduk yang diusung para demonstran.
Beberapa jam kemudian, pesawat yang membawa jenazah agen intelijen Italia yang dibunuh itu tiba di Roma. Presiden Italia, Carlo Azeglio Cimapi, termasuk di antara delegasi yang hadir di bandar udara Ciampino, Roma, untuk menghormati agen Calipari. Sementara yang lainnya kebanyakan karyawan surat kabar Il Manifesto.
Peti jenazah Calipari yang dibalut bendera Italia diangkut dengan pesawat militer. Seorang pendeta militer, adik Capilari, dan seorang pendeta dari badan penasihat Vatikan memberkatinya. Istri, dua anak serta ibu Calipari juga hadir. Setibanya di Roma, jenazah Calipari kemudian diangkut dengan kereta kuda.
Calipari berhasil menegosiasikan pembebasan Giuliani yang telah hampir sebulan disekap para penculiknya.
Sgrena yang bahunya diperban, terbang ke Roma menggunakan pesawat pemerintah kemarin pagi dan langsung dibawa ke RS Celio. Dia akan menjalani pembedahan beberapa hari ke depan. Namun, dia telah mendapat pertolongan darurat di sebuah rumah sakit militer AS di Bagdad.
Target Bunuh
Dalam perjalanan pulang dari Iraq, Sgrena, mengatakan serangan pasukan AS, yang melukai dirinya dan menewaskan seorang perwira intelijen Italia, tidak bisa dibenarkan.
“Mobil kami melaju dengan kecepatan normal, sehingga tidak mungkin disalahpahami,” jelas wartawan itu mementahkan perkiraan pasukan AS bila itu adalah serangan bunuh diri.
“Itu bukan pos penjagaan, tetapi patroli AS yang langsung menembaki kami begitu mereka menyorotkan lampunya pada kami,” katanya.
Sementara rekannya, yang menemaninya dari Bagdad, mengatakan tembakan itu disengaja. “Pasukan Amerika dan Italia tahu tentang kedatangan mobilnya,” kata Pier Scolari saat meninggalkan rumah sakit. “Mereka berada sekitar 700 meter dari bandara, yang artinya mereka telah melewati semua pos penjagaan,” lanjutnya.
Sgrena menganggap kejadian itu adalah tragedi dalam hidupnya. “Tiba-tiba ada penembakan. Ketika itu, saya berbicara dengan Nicola Calipari (agen rahasia yang meninggal dunia, Red) yang menceritakan kepada saya apa saja yang terjadi di Italia selama saya disandera,” kenangnya.
“Ketika tembakan terjadi, Nicola langsung memeluk dan menunduk untuk melindungi saya. Saya sangat kaget. Namun, sebelum kekagetan saya berhenti, tiba-tiba mobil kami ditembaki lagi,” ceritanya. “Setelah tembakan itu, Nicola jatuh dan saya sadar dia sudah meninggal dunia,” tuturnya. Sgrena menambahkan, penembakan terus berlangsung karena sopir tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan bahwa mereka adalah warga Italia. “Itu adalah hal yang buruk.”
Setelah serangan berhenti, Sgrena mengingat apa yang pernah dikatakan penculiknya, mereka meminta saya berhati-hati karena Amerika tidak ingin saya kembali dengan selamat. Pejabat militer Italia mengatakan, dua agen lainnya juga terluka. Namun, AS mengatakan hanya satu agen yang terluka. Nicola adalah pemimpin negosiasi yang membebaskan Sgrena.
Sekalipun Italia menyangkal menukar Sgrena dengan uang, Menteri Pertanian Gianni Alemanno mengatakan bahwa ada kemungkinan tebusan yang cukup banyak dikeluarkan pada kasus tersebut. Media-media Italia menduga, sekitar USD 10 juta (sekitar Rp 90 miliar) tebusan dikeluarkan untuk membebaskan Sgrena.
Insiden itu menimbulkan kemarahan kepada AS di Italia. “Mereka yang bersalah harus dihukum. Kita menuntut permintaan maaf dari AS. Kita adalah sekutu yang tepercaya, namun kita tidak ingin dianggap remeh,” tegas Alemanno.
Mantan Perdana Menteri Italia dan pemimpin oposisi sayap kiri Italia, Romano Prodi, juga mengatakan bahwa dirinya tidak mempercayai versi AS tentang insiden tersebut. “Semua 57 juta warga Italia yang bersatu demi pembebasan Sgrena memiliki hak mengetahui kenyataan sebenarnya,” kata Prodi. Sedangkan Perdana Menteri Berlusconi langsung memanggil duta besar AS setelah kejadian itu dan meminta jawaban segera dari AS. (ap/afp/Ajz/mi/cha)