Ahad, 18 September 2005
Hidayatullah.com–Kekemajuan signifikan ini
tercapai dalam perundingan di Kuala Lumpur, Malaysia. Kedua pihak akhirnya
menyepakati isu soal ancestral domain –pengakuan terhadap wilayah asal
leluhur warga muslim– yang selama ini terus mengganjal perundingan damai sejak
gencatan senjata pada 2001.
MILF mengklaim, tanah leluhur
mereka adalah Pulau Mindanao, tapi tergusur akibat banyaknya warga Kristen yang
masuk. Mereka pun menuntut pengakuan dari pemerintah soal tanah leluhur
tersebut.
Namun, pemerintah Filipina
menolak keinginan itu. Mereka beranggapan, jika pengakuan tersebut diberikan,
warga muslim akan melanggar hak milik dan yurisdiksi pemerintah setempat. Sejak
dua dekade lalu, MILF memberontak dan berusaha mendirikan negara Islam
tersendiri.
Kini, pemerintah Filipina
berubah pikiran demi perdamaian. Mereka mengakui ancestral domain warga muslim.
Tapi, detail pelaksanaannya masih belum dibahas.
Selain ancestral
domain, mereka menyepakati tindak lanjut soal penculikan atau aksi kelompok
yang tidak tercakup dalam gencatan senjata kali ini.
Mereka juga sepakat bekerja
sama agar tidak terjadi kesalahpahaman antara militer yang mengejar Abu Sayyaf
–kelompok yang selama ini sering dipersahkan yang juga beroperasi di selatan–
dengan anggota MILF.
Presiden Filipina Gloria
Macapagal Arroyo menyambut baik kesepakatan tersebut. Dia memperoleh informasi
itu dari PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi saat menghadiri pertemuan PBB di New
York.
"Kita harus bekerja sama
dengan para pemimpin, pemegang saham, dan warga Filipina dalam menerapkan
kebijakan politik, ekonomi, serta sosial yang bisa membawa perdamaian yang
komprehensif dan berlangsung selamanya di Mindanao," tegasnya.
(afp/jp)