Hidayatullah.com — Kondisi umum bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir masih relatif aman. Demikian dilaporkan koresponden Hidayatullah.com, Ahmad Sadzali, di Kairo, Mesir, Kamis (03/1) siang ini.
Dilaporkan Sadzali, sebagian besar Warga Negara Indonesia (WNI) adalah mahasiswa, yang tempat tinggalnya cukup jauh dari Tahrir Square, lokasi utama unjuk rasa. Jarak tempuh normal dari tempat sebagian besar mahasiswa tinggal, Nasr City ke Tahrir sekitar satu jam perjalanan dengan angkutan umum.
Pada awalnya, sebut Sadzali, bagi sebagian besar mahasiswa, sebenarnya tidak ada kekhawatiran akan dampak fisik yang berlebihan dari aksi unjuk rasa tersebut. Hanya beberapa kendala seperti sempat dimatikannya saluran telepon pada hari Jum’at dan Sabtu, serta diputusnya jaringan internet dan SMS sejak hari Kamis, membuat sulitnya berhubungan dengan kerabat di Indonesia.
“Mungkin sulitnya akses informasi seperti ini, akhirnya menimbulkan kepanikan di Indonesia,” kata Sadzali.
Bahkan, lanjut dia, beberapa media di Indonesia, bagi kebanyakan mahasiswa setelah mengetahuinya, menilai terlalu melebih-lebihkan mengenai kondisi mahasiswa di sini.
Memang dari sejak dimulainya aksi unjuk rasa anti pemerintah pada tanggal 25 Januari 2011 lalu hingga saat ini, masih belum ada tanda-tanda mereda. Kondisi seperti ini akhirnya mengakibatkan perekonomian di Mesir semakin sulit.
Namun menurut Sadzali, harga barang kebutuhan pokok sudah mulai naik. Bahkan bagi masyarakat Mesir, untuk mendapatkan makanan pokoknya berupa roti gandum (‘Isy), harus mengantri panjang.
“Sulitnya ekonomi dan kebutuhan pokok seperti ini, sudah diperkirakan dan diantisipasi sebelumnya,” lapor Sadzali via surat elektronik siang ini.
Kebanyakan mahasiswa sudah membeli persediaan makanan untuk beberapa lama. Namun, lanjut Sadzali, tentu saja kondisi seperti ini tidak dapat dipastikan bertahan sampai kapan. Hal ini memang banyak dikhawatirkan mahasiswa untuk ke depannya.
Dengan kondisi yang masih tidak tentu seperti ini, memang menjadi alasan kuat bagi pemerintah Indonesia melakukan evakuasi WNI. Lebih-lebih pernyataan Presiden Hosni Mubarak yang masih tidak mau turun dari jabatannya, dinilai akan semakin memperburuk keadaan.
Mengenai isu evakuasi, beragam tanggapan muncul dari mahasiswa. Ada yang menyambutnya dengan senang hati, karena memang kondisi kehidupan di Mesir yang masih tidak menentu. Ada juga yang menanggapinya dengan biasa saja, dan memilih untuk tidak memikirkan dievakuasi terlebih dahulu.
Beberapa alasan besar mahasiswa yang memilih untuk tidak memikirkan evakuasi terlebih dahulu adalah, masih ingin melihat kondisi Mesir dan menunggu adanya kemungkinan membaik; dan mengkhawatirkan kelanjutan studinya di Al-Azhar, terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang tinggal satu semester lagi akan lulus.
Sejak mencuatnya berita tahanan yang kabur dari penjara, masyarakat Mesir mulai siaga di daerah tempat tinggalnya masing-masing. Larangan keluar rumah pada jam malam juga diberlakukan oleh pemerintah. Akhirnya, jam buka kebanyakan toko dan pedagang sangat terbatas.
Beberapa penjarahan memang diberitakan sampai terjadi di rumah-rumah. Namun lokasi perumahan yang dijarah cukup jauh dari lokasi kebanyakan mahasiswa tinggal. Lokasi perumahan yang dijarah juga kawasan elit, seperti di daerah Ma’adi dan Muhandisin.
Dengan situasi seperti itu, akhirnya banyak warga yang berjaga-jaga di sekitar lokasi tempat tinggal mereka, terutama pada malam hari.
Sekarang, dengan dibukanya kembali jaringan internet oleh pemerintah Mesir, setidaknya dapat mengurangi kekhawatiran kerabat di Tanah Air tentang kondisi mahasiswa di sini.
Sampai sekarang, masih belum dapat dipastikan bagaimana kelanjutan situasi di Mesir. Demikian lapor Ahmad Sadzali, langsung dari Kairo, Mesir. *