Hidayatullah.com—Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa keputusan Prancis untuk mengkriminalkan para penyangkal pembunuhan di Armenia pada masa Perang Dunia I merupakan kebijakan yang rasis dan diskriminatif.
“Pemungutan suara di Senat (Prancis) dan rancangan undang-undang itu sendiri merupakan diskriminasi dan rasis yang terang-terangan, serta merupakan sebuah pembunuhan massal atas kebebasan berpikir, guna memenangkan perolehan suara [pemilu] dengan mempermaikan sentimen anti-Turki,” kata Erdogan di hadapan parlemen Turki, Selasa (24/01/2012), lansir Euronews.
Setelah berdebat selama lebih dari 7 jam hari ini, Senat Prancis lewat pemungutan suara akhirnya setuju meloloskan undang-undang yang mengkriminalkan siapa saja yang tidak menyebut pembunuhan warga Armenia oleh pasukan Turki Utsmani pada Perang Dunia I sebagai genosida.
Sebanyak 127 suara anggota Senat menyatakan setuju atas RUU yang diajukan oleh Presiden Nicolas Sarkozy itu, sementara 86 suara anggota Senat menolaknya.
Undang-undang tersebut menyatakan, barangsiapa yang menyangkal telah terjadi pembunuhan massal orang-orang Armenia oleh pasukan Turki Utsmani diancam hukuman penjara satu tahun dan denda 45.000 euro atau sekitar USD 59.000. Dengan kata lain, penyangkal genosida yang dilakukan oleh pasukan Muslim terhadap orang-orang Armenia diperlalukan sama dengan para penentang holocaust.
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan sebelumnya telah mengatakan bahwa apa yang dilakukan Prancis merupakan upaya pengaburan sejarah.
Ketika orang-orang Armenia mengangkat senjata melawan Kekhalifahan Turki Utsmani saat pasukan Rusia menginvasi Anatolia Timur –sekarang Turki sebelah timur– menurut Ankara sekitar 300.000 orang menjadi korban. Tidak sedikit pula korban tewas di pihak Turki Ustmani.
Sementara Armenia mengklaim ada 1,5 juta orang mereka dibunuh pasuan Turki ketika itu.
Meskipun undang-undang itu kini tinggal menunggu tandatangan Sarkozy, yang memiliki waktu 15 hari untuk mengesahkannya, namun menurut Jean-Pierre Sueur –presiden komisi Senat dari Partai Sosialis– isi teks perundangan itu inkonstitusional.
“Kami di komisi hukum Senat sangat yakin bahwa teks (perundangan) ini inkonsttitusional. Cepat atau lambat kita akan melihatnya demikian. Namun pertanyaannya adalah apakah diskusi masalah ini akan meringankan kepedihan yang dirasakan di kedua pihak? Apakah diskusi ini menjadikan sejarah lebih jelas? Apakah bermanfaat untuk hubungan diplomatik? Saya tidak yakin dan tidak percaya masalah ini sudah selesai,” katanya.
Sejumlah pihak menuding undang-undang ini sengaja diajukan partainya Nicolas Sarkozy untuk mencari simpati dari warga keturunan Armenia yang berjumlah sekitar 500.000 orang di Prancis, agar memilih UMP dalam pemilihan umum mendatang.*