Hidayatullah.com–Pelajar Islam Indonesia (PII) Perwakilan Republik Arab-Mesir, saat ini tengah menyelenggarakan latihan kepemimpinan tingkat lanjut atau yang disebut Intermediate Leadership Training. Acara yang dimulai sejak Senin (05/03/2012) ini, bertempat di Baruga Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS).
Rangkaian acara “Intermediate Leadership Training” ini dibuka dengan acara talkshow yang menghadirkan Ketua Ikatan Jurnalis Mahasiswa Indonesia-Mesir (IJMA), Ihsan Zainuddin. Dalam talkshow yang bertema “membangkitkan tradisi menulis sebagai budaya intelektual” itu, Ihsan menegaskan pentingnya tradisi menulis.
“Stigma bahwa menulis itu susah dan menyusahkan sangatlah keliru. Menulis secara sederhana merupakan aktifitas menuangkan ide. Tetapi walaupun demikian, menulis pada hakikatnya adalah kerja kebudayaan bahkan peradaban. Tiada peradaban tanpa ilmu, dan tiada ilmu tanpa menulis, “ tegas Ihsan.
Dalam acara talkshow itu hadir pula Roisuddin sebagai perwakilan dari Perhimpinan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir.
Seperti dikutip PelitaOnline, Rabu (07/03/2012), Ketua PII Perwakilan Republik Arab-Mesir, Zamzami Saleh mengatakan bahwa tujuan latihan kepemimpinan ini adalah melahirkan sosok pemimpin sebagai berikut: Pertama, yang mampu menyelesaikan permasalahan di sekitarnya sekaligus memahami pelbagai persoalan keumatan di tingkat nasional. Kedua, mampu memahami dan melaksanakan nilai-nilai Islam. Ketiga, memiliki komitmen untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Keempat, yang berkualitas dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitas pelajar dan masyarakat Indonesia di Mesir dan di tanah air secara khusus dan di dunia secara umum.
“Kader-kader yang lahir dari pelatihan ini akan kita arahkan untuk lebih mendalami dan mengembangkan tradisi ilmu dan penelitian,” ujar mahasiswa yang mendalami ilmu di program studi Syari’ah di universitas al-Azhar itu.
Pelatihan yang diikuti oleh puluhan mahasiswa Indonesia dari berbagai daerah dan latar belakang ini akan berakhir pada Senin (12/03/2012) nanti.
Sejarah PII Republik Arab-Mesir
Kelahiran PII Republik Arab-Mesir diawali oleh kedatangan Hakam Naja (mantan Ketua Umum Pengurus Besar PII periode 1995-1998 dan saat ini menjabat sebagai Anggota DPR RI Fraksi PAN) ke Mesir pada tahun 1996.
Kedatangan Hakam Naja ke Mesir, selain melakukan ziarah kepada keluarganya yang sedang belajar di Mesir, juga karena melakukan lawatan beliau ke beberapa negara dalam kapasitasnya sebagai financial Secretary di IIFSO (Islamic Federation of Students Organization) sebuah organisasi mahasiswa Islam internasional.
Pada awalnya, lontaran ide dari Hakam Naja nyaris kandas, karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia di Kairo. Bahkan rapat perdana hay’ah ta’sîsiyah (perhimpunan pendiri) sempat terancam gagal, karena banyak yang menyatakan abstain dengan ide pendirian perwakilan PII di Mesir. Sikap abstain ini muncul sebagai akibat dari sikap pro-kontra terhadap rencana pendirian Perwakilan PII, baik dikalangan Alumni (Keluarga Besar PII), maupun dari kalangan masyarakat Indonesia di Kairo.
Mereka yang setuju dengan pendirian PII memandang bahwa visi dan misi PII tetap eksis dan istiqâmah di era Orde Baru. Sedangkan yang tidak setuju, beralasan khawatir kehadiran PII akan mengancam dan menyaingi keberadaan organisasi lain yang rata-rata duduk pada posisi strategis di berbagai organisasi di Kairo. Selain itu, alasan ketidaksetujuan mereka karena takut PII akan mempersempit peta gerakan organisasi mahasiswa di Mesir.
Alasan lainnya yang paling mendasar adalah karena PII, pada saat itu, dalam Anggaran Dasarnya masih menolak asas tunggal Pancasila. Pada waktu itu reformasi belum bergulir dan eksistensi PII masih dipandang sebagai “anak nakal” di mata penguasa karena menantang UU No 8 tahun 1985.
Saat itu Pengurus Besar (PB) PII sedang melakukan registrasi ke Departemen Dalam Negeri sebagi proses legalisasi kelembagaan PII yang sempat dibekukan oleh pemerintah.
Akhirnya, berkat rahmat Allah dan kegigihan para hay’ah ta’sîsiyah serta Ketua Umum PB PII saat itu (Hakam Naja), dalam melobi pihak-pihak yang kurang setuju, lahirnya Perwakilan PII. Maka pada hari 1 Syawwal 1417 H diselenggarakan sebuah pertemuan dan saudara M. Acung Wahyudi terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Pengurus Perwakilan periode 1996-1998.
Para kader PII berusaha meyakinkan pihak-pihak yang kurang menerima kehadiran Perwakilan PII Mesir. Bahkan, Hakam Naja bersedia datang ke Mesir yang kedua kalinya untuk hal tersebut. Sebagai langkah awal dalam mensosialisasikan Perwakilan PII Republik Arab Mesir, maka pada tanggal 1 November 1997 digelar acara silaturrahmi dan temu kader PII yang bertema: “Pemberdayaan Kader PII menghadapi era globalisasi untuk memenangkan kompetisi antar bangsa” di rumah salah seorang home staff KBRI yang juga berperan sebagai Keluarga Besar PII, yaitu bapak MHK. Wiharja Atmaja.
Dan selanjutnya pada tanggal 1 November 1997 inilah Perwakilan PII Republik Arab Mesir secara resmi berdiri.
Sampai saat ini, Perwakilan PII Republik Arab Mesir sudah berusia 15 tahun dan keberadaannya di negeri Musa itu cukup diperhitungkan.*