Hidayatullah.com—Keputusan Kementerian Pendidikan Israel untuk memasukkan dua tokoh politik terkemuka Zionis ke dalam kurikulum sejarah sekolah-sekolah Arab di Israel menuai protes.
Orang-orang Arab yang tinggal di Israel memprotes keputusan Menteri Pendidikan Gideon Sa’ar yang memasukkan nama David Ben Gurion dan Menachem Begin sebagai “topik tahun ini” untuk 2013, lansir Al Arabiya (20/6/2012).
Topik tahun ini merupakan bagian dari pelajaran, di mana siswa wajib mempelajari topik tertentu dan berpartisipasi dalam aktivitas yang tekait dengannya. Setiap tahun topik tersebut diganti.
Jamal Zahalka, warga Arab anggota Knesset, mengirimkan nota protes menuntut pembatalan pemaksaan topik Begin dan Ben Gurion kepada murid-murid di sekolah Arab. Menurutnya, pelajaran yang termasuk di dalamnya kunjungan ke museum-museum yang mengenang kedua tokoh itu, tidak hanya melecehkan identitas dan perasaan pelajar Arab, tetapi juga menyalahi sejarah mereka.
“Proyek ini membuat anak-anak menganggap pelaku kriminal [Begin dan Ben Gurion] sebagai politisi yang memiliki pinsip dan terhormat,” kata Zahalka dalam salinan surat yang didapat Al Arabiya.
“Hal ini berlawanan dengan sejarah Palestina dan ingatan masyarakat di mana Ben Gurion dan Begin adalah penyebab tragedi yang dialami rakyat Palestina,” tegasnya.
Menurut Zahalka, proyek tersebut melanggar semua perjanjian internasional yang melindungi hak budaya dari kelompok minorita agama atau etnis. “Kaum minoritas berhak melestarikan identitas mereka dan proyek ini membahayakan identitas pelajar Arab, lewat pemaksaan ideologi Zionis terhadap mereka.”
Follow-Up Committee on Arab Education (FUCAE) yang bertugas memonitor proses pendidikan di sekolah-sekolah Arab di dalam Israel, mengecam keterlibatan Kementerian Pendidikan dalam masalah yang bermuatan politik.
Bagi orang Arab, kata FUCAE dalam pernyataannya, David Ben Gurion bertanggungjawab atas pengusiran rakyat Palestina dan perampasan tanah-tanah mereka di tahun 1950an dan 960an. Sementara Menachem Begin bertanggungjawab atas serangan teroris sebelum 1948 atas rakyat Palestina dan juga pembantaian Sabra Shatila di Libanon.
Muhammad Hayadri, ketua FUCAE, menyeru kementerian agar menghentikan kebijakannya yang menyerang warga Arab di Israel, terutama para pelajarnya.
“Kami juga menuntut kementerian berkonsutasi dengan perwakilan komunitas Arab di Israel sebelum melakukan perubahan dalam kurikulum sekolah-sekolah Arab,” pungkasnya.*