Hidayatullah.com—Pemaksaan atas para wanita untuk dijadikan budak seks dan pendirian tempat-tempat hiburan seksual merupakan kebijakan resmi dari pemerintah Jepang pada masa Perang Dunia Kedua di negara-negara Asia. Demikian diungkap dokumen-dokumen lama yang baru dipublikasikan, lansir kantor berita China Xinhua.
Sebanyak 89 dokumen dari era PD II ditunjukkan ke publik hari Jumat (25/4/2014), sebagai tanggapan atas penyangkalan kejahatan tentara Jepang pada masa itu oleh para politisi sayap kanan di negeri sakura baru-baru ini. Dari keseluruhan dokumen itu, sebanyak 25 file berkaitan dengan “wanita penghibur” Jugun Ianfu.
Profesor dan sejarawan pakar tentang Jugun Ianfu dari Shanghai Normal University, Su Zhiliang, mengatakan bahwa Jugun Ianfu merupakan tindakan resmi negara Jepang pada masa perang.
Kebijakan itu diterapkan di China, Republik Korea (Korea Selatan) dan Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara).
Arsip-arsip lawas tersebut menunjukkan bahwa “pangkalan wanita penghibur” untuk melayani kebutuhan seksual tentara Jepang pertama kali didirikan di negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa.
Tentara Jepang yang menginvansi wilayah timur laut China mendokumentasikan apa yang terjadi selama perang, yang menunjukkan perbuatan kriminal mereka.
Dokumen-dokumen lawas itu didapat dari kantor korps kepolisian militer Jepang, Tentara Kwantung, dan bank nasional milik rezim boneka Manchuria yang disimpan di kantor Arsip Provinsi Jilin di kawasan timur laut China.
Keduapuluh lima dokumen tentang Jugun Ianfu itu di antaranya termasuk dua laporan investigasi, dua catatan telepon dan 2 dokumen tentang tentara-tentara Jepang yang memaksa wanita untuk berhubungan seksual dan menjadikannya budak seks.
Dokumen-dokumen itu bercerita tentang kondisi pangkalan-pangkalan Jugun Ianfu, termasuk rasio wanita penghibur dibanding jumlah tentara Jepang yang dilayaninya, serta cerita rinci tentang pemerkosaan-pemerkosaan mengerikan yang terjadi ketika itu.
Jumlah tentara Jepang yang harus dilayani para wanita Jugun Ianfu diatur secara proporsional.
Contohnya, di distrik Xiaguan di timur Nanjing pada tanggal 1-10 Februari 1938 terdapat 6 wanita Jugun Ianfu untuk 1.200 serdadu. Itu berarti satu wanita harus melayani 200 orang tentara Jepang. Kemudian setelah 20 Februari 1983 ada tambahan 11 wanita Jugun Ianfu, sehingga rasionya berubah menjadi 1 wanita harus melayani kebutuhan seks 71 orang tentara Jepang.
Arsip lawas itu juga mengungkap bahwa dalam lima bulan sejak Nopember 1944, tentara penjajahan Jepang membayar 532.000 yen untuk mendirikan pangkalan-pangkalan Jugun Ianfu. Pengeluran itu disetujui oleh Tentara Kwantung, menurut catatan telepon dari bank nasional milik rezim Manchuria. *