Hidayatullah.com–Pesawat tempur Suriah meluncurkan serangan di barat Irak, menewaskan sedikitnya 50 orang dan melukai lebih dari 132 lainnya, Selasa kemarin.
Serangan ini merupakan upaya rezim Bashar al-Assad meningkatkan aktivitas militernya guna membantu pemerintah Iraq – yang didominasi Syiah—memerangi kelompok milisi Sunni.
Pada Selasa, rudal Hellfire yang diluncurkan dari pesawat-pesawat pemerintah Suriah mengenai bangunan pemerintah daerah, sebuah pasar, dan bank di wilayah Al Rutba, demikian menurut pejabat provinsi Anbar.
Keterangan ini dibenarkan Mohammed Al Qubaisi, dokter di rumah sakit utama di Al Rutba.
Serangan udara Suriah sudah terjadi dua hari berturut-turut, menurut kedua sumber. Suriah bergabung bersama Iran dalam membantu pemerintah Baghdad yang Syiah melawan kelompok dipimpin Negara Islam di Iraq dan al Sham (ISIS). Sementara Teheran telah mengerahkan pasukan khusus guna membantu melindungi ibukota serta Najaf dan Karbala, kota-kota Iraq yang dianggap suci oleh kaum Syiah.
Tak ada konfirmasi dari pemerintah Suriah atau petinggi angkatan udara Iraq bahwa pesawat tempur Suriah telah memasuki wilayah udara Iraq. Kemampuan udara Iraq sendiri terbatas dan tidak mungkin meluncurkan serangan semacam itu. Laporan soal serangan Suriah ini banyak diberitakan media Iraq.
Beberapa minggu terakhir, pejabat Amerika Serikat dalam sejumlah kesempatan telah mengonfirmasi beberapa serangan oleh pesawat tempur dan helikopter Suriah di perbatasan Iraq yang dikuasai milisi Sunni.
Jika dikonfirmasi, serangan hari Selasa akan jadi yang pertama yang menelan banyak korban jiwa sipil.
Baru-baru ini, kelompok milisi Sunni telah merebut kota-kota utama di provinsi Anbar, basis kuat Muslim Sunni Iraq. Milisi kini menguasai wilayah seluas ratusan kilometer di perbatasan Iraq-Suriah.
Laporan-laporan berita lain menyebutkan, serangan udara Suriah dilangsungkan di atas ruang udara Iraq.
Perbatasan Iraq-Suriah sangat mudah ditembus dan dalam satu minggu belakangan telah didominasi pemberontak ISIS di kedua sisi. Pada Maret 2013, al Qaeda di Iraq – pendahulu ISIS—telah berhasil menewaskan lebih dari 50 tentara Suriah yang berjalan melintasi perbatasan Iraq.
Sementara itu, Perdana Menteri Iraq, Nouri al-Maliki yang pro Syiah dikenal memiliki hubungan baik dengan rezim Assad dan dengan Iran.
Sama seperti AS, ketiga negara itu memiliki musuh sama, yakni ISIS.
Abdullah Al Shimmari, anggota Dewan Militer Suku Anbar yang beraliansi dengan ISIS, mengecam keterlibatan Suriah-Iran di Iraq. Ia berjanji akan membalas serangan itu.
“Kami kini menghadapi serangan Iran yang agresif di tangan-tangan Arab,” kata Al Shimmari. “Kami akan segera merespons itu,” ujarnya dikutip BBC.
Di sisi lain, Iran juga mendukung pemerintah Baghdad yang dipimpin Syiah, dengan menyuplai berton-ton peralatan militer dan mengerahkan pesawat-pesawat pengintai tanpa awak di ruang udara Irak dari sebuah lapangan udara di Baghdad.
Perang Suriah dan Iran melawan ISIS dan milisi Sunni telah menimbulkan benturan kepentingan dengan Amerika, yang menentang rezim Presiden Bashar al-Assad di Damaskus, dan terlibat dalam perundingan sengit dengan Iran terkait program nuklirnya.
Dikutip Voice of America (VoA), President Barack Obama telah mengerahkan hingga 300 penasehat militer ke Baghdad untuk membantu para pejabat Iraq. Amerika kini melakukan 30-35 penerbangan pengawasan setiap harinya di atas Iraq.*