Hidayatullah.com—Church of England setuju untuk memperbolehkan wanita menjadi uskup, sebuah kebijakan yang meruntuhkan tradisi ratusan tahun dan perselisihan selama puluhan tahun.
Setelah melewati perdebatan selama 5 jam dan pemungutan suara, Sinoda Umum dalam pertemuannya di kita York sebelah utara Inggris menyetujui kebijakan yang memperbolehkan wanita menjadi uskup, lansir Euronews Senin (14/7/2014).
Perubahan revolusioner itu didukung oleh Uskup Agung Canterbury Justin Welby, pemimpin spiritual tertinggi 80 juta penganut kristen Anglikan, yang mengatakan sangat senang dengan hasil pemungutan suara di Sinoda Umum.
Menurut Welby, keputusan itu didasarkan pada teologi dan bukan pada tradisi budaya gereja.
“Itu adalah sesuatu yang sangat-sangat saya tunggu sekali dan itu sangat menggembirakan,” kataWelby kepada BBC, seraya mengatakan dia sadar masih ada sekelompok orang di gereja yang menentang kebijakan tersebut.
Gereja Anglikan sebelumnya sudah mengizinkan wanita menjadi pendeta pada 1992. Tetapi lampu hijau untuk melantik wanita menjadi uskup belum muncul karena ada penentangan dari para rohaniwan gereja yang didominasi oleh kaum Adam.
Rancangan legislasi yang membolehkan wanita menjadi uskup ditentang oleh Sinoda pada tahun 2012.
Sementara di Amerika Serikat, Kanada, Australia dan New Zealand sudah ada wanita yang menjabat sebagai uskup, namun gereja-gereja Anglikan di banyak negara berkembang masih enggan untuk mentahbiskan wanita sebagai pendeta.
Church of England adalah otoritas tertinggi dari Kristen Anglikan. Aliran Anglikan sendiri merupakan cabang dari Katolik yang didirikan oleh Raja Inggris Henry VIII. Henry VIII –yang memilik banyak wanita selingkuhan– sebagai raja Inggris kala itu memiliki kekuasaan keagamaan yang luas, sehingga bisa mengutak-atik ajaran gereja. Aliran itu sengaja disempalkan oleh Henry VIII dari Gereja Katolik agar dirinya bisa menceraikan istri pertamanya Catherine of Aragon dan menikahi gundiknya Anne Boleyn, sebab berdasarkan ajaran Katolik perceraian diharamkan dan tidak mugkin terjadi. Dengan menyempalnya ajaran Kristen yang dianut kerajaan Inggris dari otoritas Katolik di Roma, raja Inggris itu menjadikan Church of England sebagai otoritas tertinggi Kristen Anglikan.
Sejak itu Church of England mengeluarkan ‘fatwa” sendiri untuk para pengikutnya yang tidak jarang berbeda atau berseberangan dengan otoritas Gereja Katolik Roma di Vatikan dan menjadi “agama baru” bagi sebagian besar bangasawan dan rakyat Inggris.*