Sambungan artikel KEDUA
Oleh: Tiar Anwar Bachtiar
ACARA berlanjut dengan sesi-sesi pemaparan makalah dari para pembicara dari berbagai belahan dunia. Mereka membicakan masalah-masalah pemuda Muslim di negaranya masing-masing, baik dari segi politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan sebagainya.
Pada hari kedua di sela-sela penyampaian materi, hadir Syeikh Dr. Ishom Basyir, Ketua Lembaga Fikih Islam Sudan, ulama yang juga sering tampil di berbagai saluran televisi berbahasa Arab. Ia bukan hanya sekadar terkenal karena sering terlihat di televisi, tetapi juga kemampuan orasi dengan bahasa Arab yang sangat baik (fashahah) diselingi syair-syair yang ia letakkan sangat tepat di tengah-tengah pidatonya menjadi daya tarik tersendiri bagi para hadirin. Tidak mengherankan apabila WAMY mengundangnya sebagai keynote speaker kedua, selain karena kepakarannya dengan tema Al-Syabâb wa Mutaghayyirât Al-‘Ashr (Pemuda dan Perubahan Zaman). Ia menekankan bahwa ada tiga hal yang dapat mengarahkan para pemuda ke jalan yang benar sekalipun dunia terus berubah, yaitu ilmu, pendidikan, dan pandangan yang terbuka terhadap realitas yang tengah dihadapi. Ilmu dan pendidikan yang dimaksud tentu saja adalah ilmu yang pokok pijakannya Islam dan pendidikan Islami. Keterikatan pada agama yang kuat melalui dua hal tersebut akan menyebabkan penyikapan yang benar terhadap realitas yang tengah dihadapi.
Pada hari yang sama, selain terus digelar seminar-seminar marathon, para utusan organisasi yang terdaftar sebagai anggota Majelis Umum WAMY menggelar pertemuan di tempat berbeda untuk memilih kepengurusan baru WAMY Internasional.
Dari Indonesia Pemuda Persis, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda PUI, HMI, KAMMI, dan JPRMI memiliki hak suara pada Majelis Umum. Dalam musyawarah tersebut Dr. Shalih bin Sulaiman Al-Wuhaibi terpilih kembali sebagai Sekjen WAMY untuk periode empat tahun ke depan.
Selain itu dipilih anggota Majelis Umana’ sebanyak 12 orang dari negara di luar Saudi dan 10 orang dari wilayah Saudi. Dari Asia Tenggara yang terpilih sebagai anggota Majelis Umana’ adalah Prof. Dr. Abang Abdullah Abang dari Malaysia menggantikan Ustad Makmur Hasanuddin dari Indonesia. Susunan pengurus baru ini diumumkan pada akhir pertemuan hari kedua. Pada hari ketiga acara terus dilanjutkan dengan pembahasan-pembahasan sisa dari 42 makalah yang diterima WAMY.
Acara diakhiri pada tanggal 31 Januari 2015 malam dengan pementasan seni berupa pembacaan puisi, nasyid, ramah-tamah di antara para peserta.
Indonesia dan Maroko
Selain membawa pengalaman bertemu kembali para aktivis Islam dan ulama dari berbagai belahan dunia, perjalanan ke Maghrib kali ini juga mengingatkan kita pada hubungan masa lalu negara ini dengan Indonesia.
Masih tertinggal jejak-jejak hubungan itu hingga saat ini. Di Indonesia, tercatat dalam sejarah bahwa salah seorang ulama yang tergabung dalam Wali Songo ada yang berasal dari Maghrib, yaitu Maulana Malik Ibrahim atau dikenal juga dengan nama Maulana Maghribi.
Jejak Indonesia juga bisa dibaca dalam buku catatan perjalanan Ibnu Bathuthah. Dua catatan sejarah ini menunjukkan bahwa sudah sejak lama wilayah-wilayah di negeri ini berhubungan baik dengan wilayah Maghribi, terutama saat wilayah ini dikuasai oleh Daulah Murabithun. Sayang sekali jejak yang ditemukan di masa lampau baru sebatas itu. Mungkin ada cerita-cerita lain yang tersimpan, namun hingga kini belum banyak yang menelusurinya.
Bahkan, hingga saat ini sudah ratusan mahasiswa Indonesia yang lulus dari Maroko, namun belum ada satupun yang mengambil konsentrasi sejarah, terutama sejarah hubungan Maroko-Indonesia. Padahal, bila dapat diungkap sejarahnya dengan baik, Indonesia dapat memanfaatkan posisi Maroko yang merupakan salahs atu pintu masuk menuju Eropa untuk berbagai kepentingan umat Islam dunia, terutama dalam menegakkan persatuan umat Islam.
Pada masa lebih modern, bubungan antara Indonesia dan Maroko kelihatannya lebih intensif dan lebih berarti. Bila kita menginjakkan kaki di Rabat, ibu kota Maroko, di tengah kota kita akan menemukan nama J Soekarno (Rou Soukarno). Bila ada tokoh dari negara lain namanya diabadikan sebagai nama jalan utama, tentu peran Soekarno dan Indonesia cukup istimewa. Bagi negara-negara di Afrika, nama Soekarno memang menjadi idola dan cukup disegani.
Tahun 1955, Soekarno berhasil mengadakan perhelatan akbar Konferensi Asia Afrika di Bandung yang menjadi cikal bakal lahirnya Gerakan Non Blok (GNB) yang juga diketuai Soekarno.
Gerakan ini merupakan gerakan besar dunia yang menandingi dua kekuatan dunia lain yang tengah bersaing dalam Perang Dingin, yaitu Blok Barat (Amerika) dan Blok Timur (Uni Soviet).
Keberanian Soekarno inilah yang menginspirasi para pemimpin di Afrika Utara untuk memerdekakan diri dari penjajahnya masing-masing. Tahun 1956, Maroko berhasil memerdekakan negaranya dari Prancis. Dukungan kuat dari GNB menyebabkan kemerdekaan Maroko menjadi sangat berarti. Di sinilah peran Soekarno menjadi penentu. Selain itu, melalui Soekarno, Indonesia yang telah medapat pengakuan di PBB tujuh tahun sebelumnya menjadi negara pertama yang memberikan pengakuan pada Kemerdekaan Maroko. Pengakuan ini tentu manjadi kekuatan politik lain yang semakin memuluskan proses lepasnya Maroko dari Prancis. Oleh sebab itu, nama Soekarno dipandang layak dikenang oleh rakyat Maroko.
Sejak saat itu, hubungan Indonesia-Maroko menjadi semakin intensif. Bukan hanya terbuka hubungan politik, melainkan juga hubungan sosial, budaya, dan ekonomi. Hubungan sosial dan budaya yang nyata hingga kini adalah pengiriman pelajar Indonesia ke Maroko. Pemerintah Maroko memberikan kesempatan kepada banyak anak-anak muda Indonesia untuk menuntut ilmu di negerinya para ulama ini. Pemerintah Maroko tidak membebankan biaya pendidikan sama sekali kepada semua yang datang belajar di sini.
Di Negeri penghasil arghan oil ini biaya pendidikan memang ditanggung sepenuhnya oleh kerajaan sejak TK hingga S3. Perhatian yang besar terhadap pendidikan ini pula yang menyebabkan negeri ini menjadi salah satu tempat yang kondusif untuk belajar. Hingga saat ini sudah ratusan mahasiswa Indonesia yang menyelesaikan kuliahnya sejak S1 hingga S3 di sini.
Hingga saat ini, melalui Kementerian Agama RI, kesempatan berkuliah di Maroko tetap dibuka setiap tahun. Ini adalah kesempatan yang sangat baik yang dapat dimanfaatkan para pelajar Indonesia untuk semakin mematangkan ilmu di negara yang ulamanya banyak mengembangkan teori-teori maqâshid al-syarî‘ah. Wallau A’lam.* (habis)
Penulis Ketua Umum PP Pemuda Persatuan Islam,Peserta Muktamar XII WAMY 28-31 Januari 2015 di Maroko