Hidayatullah.com—Sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat yang dihujani kecaman setelah menaikkan harga obat yang digunakan pasien AIDS, hingga lebih dari 5.000%, mengatakan akan menurunkan harganya.
Martin Shkreli, pimpinan Turing Pharmaceuticals, mengatakan kepada media di AS bahwa dia akan menurunkan harga obat produksinya menyusul protes keras, tetapi tidak mengatakan seberapa banyak, lapor BBC hari Rabu (23/9/2015).
Turing Pharmaceuticals mendapatkan hak atas Daraprim pada bulan Agustus lalu.
Perusahaan farmasi tersebut kemudian menaikkan harga obat itu, yang dipakai untuk mengatasi infeksi parasit, dari $13,50 menjadi $750.
Di tengah hujan kecaman dari kelompok-kelompok medis, Shkreli hari Senin (21/9/2015) membela keputusan kenaikan harga yang dilakukannya, dengan alasan keuntungan penjualannya akan dipergunakan untuk riset baru.
Shkreli menuding para pengkritiknya tidak memahami industri farmasi.
Menyusul pengumuman kenaikan harga Daraprim, PhRMA, kelompok lobi utama industri farmasi, lewat akunnya di Twitter mengatakan bahwa Turing “tidak mencerminkan nilai-nilai yang dipegang perusahaan anggota PhRMA.”
Setelah dikecam banyak pihak, kepada ABC News kemudian Shkreli berkata, “Kami setuju untuk menurunkan harga Daraprim ke titik yang lebih dapat dijangkau dan memungkinkan perusahaan untuk mengambil laba, tetapi laba yang sangat kecil.”
Menetapkan berapa harga jual obat-obatan bukan perkara mudah.
Di Inggris, National Health Service (badan yang menangani urusan kesehatan masyarakat) adalah pembeli utama produk farmasi. Harganya dirundingkan bersama oleh produsen dan pemerintah, untuk mencapai keseimbangan antara pelayanan kepada pasien dan mendulang uang agar produksi obat-obatan tetap berlangsung. Laba yang boleh diambil perusahaan farmasi dipatok agar harga obat tidak terlalu tinggi.
Di Amerika Serikat, pembelinya adalah perusahaan-perusahaan asuransi swasta dan pemerintah melalui sistem Medicare dan Medicaid. Harga obat di pasaran bisa naik turun tergantung berapa masyarakat bersedia membayarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis dan riset di bidang farmasi agak melambat. Oleh karenanya perusahaan-perusahaan obat harus berhati-hati dalam menginvestasikan modalnya. Obat-obatan laris semacam Viagra merupakan mesin uang bagi perusahaan farmasi. Tetapi, obat-obatan untuk penyakit langka kurang menarik untuk digarap, sebab jumlah pasien yang mengkonsumsi obatnya tidak banyak. Oleh karena itu, mengeruk laba dalam jumlah besar dari obat-obatan untuk penyakit semacam AIDS agak sulit dilakukan.*