Hidayatullah.com—Lebih dari 30.000 anak Suriah menghadapi bencana kelaparan di Yordania, setelah pihak berwenang di Amman menghentikan bantuan pangan dan medis bagi pengungs yang tinggal di bagian timur laut yang berbatasandengan Suriah.
Antara 60.000-70.000 orang Suriah, kebanyakan perempuan dan anak-anak, tidak diberi akses makanan dan air minum selama bulan puasa Ramadhan ini, setelah pihak berwenang Yordania menghalangi masuk bantuan yang datang menyusul terjadinya serangan oleh kelompok ISIS.
Setelah serangan ISIS itu, Yordania menyatakan daerah sekitar, di mana terdapat kamp pengungsi Rukban, sebagai “zona militer tertutup”, dan memperingatkan siapa saja yang melakukan pergerakan di daerah itu akan diperlakukan secara “keras tanpa ampun”.
Pada masa ini, ketika suhu udara bisa melebihi 35 derajat Celcius, menurut pemantauan Aljazeera kondisi yang berat itu memaksa sebagian orang Suriah kembali ke negaranya.
“Kami mendapatkan cerita menyedihkan tentang orang-orang yang memutuskan kembali ke Suriah, karena kondisi yang sangat buruk yang mereka hadapi di daerah gurun sepi dan terpencil ini,” kata Gerry Simpson, seorang peneliti senior masalah pengungsi dan advokat di Human Rights Watch, kepada Aljazeera hari Jumat (1/7/2016).
“Apa yang dibutuhkan orang-orang ini sekarang adalah air dan makanan … Yordania telah memblokir semua bantuan makanan dan medis untuk orang-orang ini, yang setengahnya adalah anak-anak. Yordania sudah membolehkan air dalam jumlah terbatas masuk, tapi itu masih jauh dari cukup,” imbuhnya.
Organisasi bantuan medis Médecins Sans Frontières (MSF) menyebut situasi itu sebagai “kegagalan besar masyarakat internasional” dan memperingatkan akan terjadinya kenaikan kasus kekurangan gizi.
Dalam screening malnutrisi terhadap 1.300 anak di bawah usia 5 tahun di daerah itu, 204 anak menderita malnutrisi ringan dan 10 parah.
Selain itu, 24,7 persen anak yang diperiksa tim medis menderita diare akut.
Diperkirakan ada 650.000 pengungsi yang terdaftar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Yordania. Dan perbatasan di sebelah utara adalah satu-satunya akses masuk ke wilayah Yordania.
“Yordania bukan satu-satunya negara yang memperlakukan pengungsi Suriah seperti ini,” kata Simpson. “Turki sudah menutup pintu perbatasannya selama satu setengah tahun sekarang, dan menembaki para pencari suaka yang berusaha menyeberang. Libanon sangat membatasi akses sehingga orang Suriah juga tidak bisa mencari perlindungan di sana,” papar Simpson.
“Yordania, Libanon dan Turki semuanya memerangkap rakyat Suriah dalam perang yang berat ini. Masyarakat internasional, khususnya Uni Eropa, harus berupaya lebih untuk meyakinkan negara-negara itu bahwa mereka bersedia menerima pengungsi Suriah lebih banyak dan merelokasi mereka ke luar kawasan itu. Dengan demikian tidak memberikan alasan kepada Yordania, Libanon dan Turki untuk tidak memberikan perlindungan kepada orang-orang rentan ini,” imbuhnya.
Sebelum pecah perang di Suriah, Yordania sudah selama bertahun-tahun menampung lebih dari 300.000 orang Palestina yang ditempatkan di berbagai kamp pengungsi. Banyak juga orang Iraq yang mengungsi ke Yordania ketika pasukan Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi dan menduduki Iraq, dan kemudian muncul ISIS.*