Hidayatullah.com—Tidak kurang sepuluh wanita Muslimah pengguna Burkini di pantai ditahan polisi di Chanes, selatan Kota Prancis dalam waktu tiga minggu setelah ia menerapkan larangan sementara atas pakaian renang lengkap itu, kata pemerintah setempat.
Menurut mereka, pemakaian Burkini termasuk melanggar hukum sekularisme Prancis, dan Cannes adalah satu dari tiga kota di negara itu yang melarang pemakaian baju renang menutupi semua tubuh wanita di tengah-tengah ketegangan terhadap masyarakat Islam pasca serangan di Nice, yang menewaskan 85 orang 14 Juli 2016 lalu.
Sebelumnya, Perdana Menteri Prancis Manuel Valls juga ikut mendukung sejumlah larangan yang dikeluarkan di beberapa wilayah di negaranya terkait pakaian renang yang menutupi seluruh tubuh (Burkini), yang populer pada wanita Muslim.
Dalam sebuah wawancara dengan koran Prancis, “La Provence” sebagaimana dikutip BBC, Valls mengatakan pemakaian Burkini tidak sejalan dengan nilai-nilai (sekularisme) Prancis.
Vall mengatakan menyatakannya pakaian itu (Burkini) merupakan sebuah proyek politik yang terus-menerus merendahkan wanita.
Tetapi, Valls melanjutkan, pelarangan Burkini pada tujuh kota pantai Prancis bukanlah jalan keluar untuk mengatasi serangkaian serangan kelompok jihadis Islam yang terjadi di Prancis dalam beberapa bulan terakhir.
Tindakan ini memicu perdebatan publik dan memicu Islamofobia. Conseil d’Etat, mahkamah administrasi tertinggi Prancis, akan memutuskan keabsahan larangan Burkini dalam beberapa hari lagi, demikian kutip BBC.
Burkini atau burqini adalah bikini yang dirancang Aheeda Zanetti keturunan Lebanon-Australia, berupa baju menutupi bagian tubuh yang disebut sebagai aurat, namun memungkinkan digunakan berenang kalangan Muslimah saat berada di pantai.
Seorang juru bicara dewan kota Cannes mengatakan hari ini, sejak larangan Burkini diberlakukan 28 Juli lalu, 10 wanita memakai Burkini ditahan polisi. Enam di meninggalkan daerah pantai sedangkan empat lagi didenda 38 euro, demikian kutip Reuters.
Menariknya, sebelumnya, Wali Kota Cannes, David Lisnard Prancis selatan, yang menerbitkan larangan pakaian renang yang menutupi seluruh tubuh ini beralasan, laranagan dikarena munculnya kekhawatiran dari masyarakat Prancis dan menuduh pakaian ini memperlihatkan pemihakan keagamaan “secara terang-terangan” serta tak menghormati sekularisme.
Sementara di saat yang sama, warga Prancis dan Eropa yang menjadi tamu di Negeri-negeri Muslim tak berusaha menghormati budaya dan agama setempat.*