Hidayatullah.com–Uni Emirat Arab (UEA) membatalkan niat untuk menutup stasiun televisi berbasis di Doha, Aljazeera. Sebaliknya mengambil langkah lain dengan melakukan perstrukturan ulang perusahaan itu.
Menteri UEA, Noura al-Kaabi dalam satu wawancara dengan koran The Times mengatakan, Aljazeera dapat terus beroperasi dengan staf yang ada dan didanai oleh Qatar namun menempatkan beberapa syarat tertentu kepada stasiun televisi bersangkutan.
“Saluran itu dapat mempertahankan staf mereka dan Qatar masih bisa membiayai saluran televisi bersangkutan, tetapi itu bukan satu platform untuk ekstremis serta saluran Inggris sebagai perisai atau pelindung untuk saluran bahasa Arab yang radikal,” katanya dikutip laman Qatar, thepeninsulaqatar, Kamis (14/07/2017).
Dia mengatakan, negara sekutu yang dipimpin Arab Saudi siap untuk berdiskusi dengan Qatar, meskipun sebelumnya memberikan beberapa daftar tuntutan yang tidak dapat ditawar.
“Kita membutuhkan solusi diplomatik. Kami tidak mencari perkelahian, “katanya.
Aljazeera bagaimanapun menolak campur tangan luar, sebagai respon terhadap pernyataan menteri Uni Emirat Arab (UEA) tersebut.
“Aljazeera Media Network menolak setiap intervensi luar terkait dengan restrukturisasi organisasi atau misi kewartawanannya, dan mengulangi pendirian editorial yang independen dan profesional.
“Aljazeera terus berdiri dengan wartawan dan institusi media di seluruh dunia atas hak mereka sebagai praktisi media tanpa rasa takut. Salah satu landasan media independen adalah memastikan kemampuan beroperasi secara independen tanpa gangguan dan penyaringan dari pemerintah atau pihak manapun lain.
“Sejak 20 tahun lalu, Aljazeera telah menunjukkan kebebasan editorialnya dan menolak untuk tunduk kepada tekanan dari pihak manapun, sebagai bukti komitmen kami terhadap nilai universal,” kata Aljazeera dalam satu pernyataan.
Desakan penutupan Aljazeera adalah antara daftar klaim yang diajukan Arab Saudi cs (Mesir, Uni Emirat Arab /UEA dan Bahrain) sebagai bagian dampak pemutusan hubungan dengan Qatar sebelumnya.
Awal Juli lalu, sebuah kawat diplomatik yang dibocorkan Wikileaks menyebut Putra Mahkota Uni Emirat Arab pernah meminta Amerika mengebom kantor stasiun televisi Aljazeera.
Mohammed bin Zayed al-Nahyan atau kerap dipanggil MBZ, menurut Wikileaks mengeluarkan permintaan itu di masa puncak perang Afganistan.
Saat dikonfirmasi Pangeran MBZ dengan terbahak menceritakan pembicaraan antara ayahnya Zayed bin Sultan al-Nahyan dengan Emir Qatar Hamad al-Thani pada 2003.
Emir Qatar saat itu mengeluh karena Zayed bin Sultan al-Nahyan meminta komandan pusat komando AS Jenderal Tommy Franks untuk mengebom stasiun televisi Aljazeera.*