Hidayatullah.com—Pemerintah Myanmar harus segera mengakui dan memperlakukan etnis Muslim di Rakhine sebagaimana layaknya warga Negara, demikian kesimpulan Komisi Penasihat Negara Bagian Rakhine dalam laporan terbarunya.
Menurut Komisi Penasehat Rakhine, temuan menunjukkan, Myanmar memiliki krisis hak asasi manusia, terutama yang melibatkan orang-orang Muslim di tempat itu.
Fakta ini tercantum dalam laporan yang dikeluarkan Komisi Penasehat Rakhine yang dipimpin oleh mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan hari Kamis.
Dalam laporan setebal 63 halaman tersebut, komisi tersebut mengatakan bahwa Myanmar telah melanggar hak asasi manusia karena tidak mengakui status dan diskriminasi terhadap komunitas Muslim Rohingya.
Laporan tersebut juga memberi pukulan pada Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi yang sebelumnya menolak tuduhan bahwa warga Muslim Rohingya tidak pernah dianiaya oleh militer.
Selain itu, komisi tersebut juga mendesak Myanmar untuk mencabut pembatasan pergerakan dan kewarganegaraan kelompok etnis Rohingya jika mereka ingin membawa perdamaian ke Rakhine.
Komisi itu mendesak Myanmar menyelaraskan aturan hukum negara dengan standar aturan internasional.
Baca: PBB: Myanmar Berusaha Usir Semua Etnis Muslim Rohingya
Komisi Penasehat Rakhine, yang terdiri dari enam warga negara Myanmar dan tiga orang asing, ditunjuk langsung oleh pemerintah Myanmar pada bulan Agustus 2016, untuk mempromosikan rekonsiliasi dan menyelesaikan konflik antara Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya.
Etnis Rohingya yang telah tinggal ratusan tahun di negara bagian Rakhine itu menjadi satu-satunya etnis paling tertindas di sunia, mereka tidak diakui dari 135 etnis di Myanmar yang sudah ada. Akibatnya, hak asasi mereka diabaikan dan dipandang rendah.
Mereka juga tak memiliki kartu identitas sah. Dan hak mereka Rohingya tidak terlindungi secara hukum.*