Hidayatullah.com– Musisi dan aktivis Irlandia Bob Geldof penggagas Konser Live Aid, akan mengembalikan penghargaan Freedom of the City of Dublin sebagai bentuk protes atas pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.
Bob Geldof mengatakan dirinya merasa ‘malu’ memiliki penghargaan yang sama dengan Suu Kyi, yang juga pernah dianugerahi penghargaan serupa.
“Singkatnya, saya tidak ingin dikaitkan dengan orang yang saat ini terlibat pembersihan massal etnis Rohingya di Myanmar Barat Laut,” tegas Geldof.
Geldof terkenal karena menyelenggarakan konser “Live Aid” tahun 1985 – yang dianggap konser terbesar di dunia, diselenggarakan di banyak lokasi, dan menggalang lebih dari 104 juta dolar untuk memerangi kelaparan di Ethiopia.
Geldof mengatakan “keterkaitan Suu Kyi dengan kota kita adalah hal yang memalukan”.
Baca: Kota Oxford Cabut Gelar Kehormatan Aung San Suu Kyi, Komnas HAM Mengapresiasi
Dia menyerahkan kembali penghargaan tersebut di Balai Kota Dublin, Ibu Kota Irlandia pada Senin (13/11/2017) lalu.
“Hubungan (Suu Kyi) dengan kota kita membuat kita malu. Kita dulu menghormatinya, dan sekarang dia begitumengerikan sikapnya dan mempermalukan kita,” ujar Geldof dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip BBC.
Suu Kyi mendapat kecaman dari para pemimpin internasional dan kelompok-kelompok hak asasi manusia karena enggan mengakui kekerasan militer negerinya, yang oleh PBB disebut “contoh buku teks tentang pembersihan etnis“.
Pada hari Sabtu, kelompok musik U2 yang juga berasal dari Irlandia juga mengkritik Suu Kyi, mendesaknya untuk mengambil sikap lebih tegas menentang kekerasan yang diduga dilakukan oleh pasukan keamanan.
Baca: Akibat Isu Rohingya: Universitas Oxford Copot Gambar San Suu Kyi
Dalam sebuah pernyataan di situs band tersebut, mereka menyebutkan bahwa kegagalannya dalam mengatasi krisis tersebut “mulai terlihat seperti sebuah kesengajaan”.
“Jadi, kami katakan sekarang apa yang kami ingin nyatakan kepadanya: kekerasan dan teror yang diarahkan kepada orang-orang Rohingya merupakan kekejaman sangat mengerikan dan harus dihentikan.”
Peraih Nobel Perdamaian, termasuk pemimpin spiritual Tibet yang diasingkan, Dalai Lama, Uskup Agung Afrika Selatan Desmond Tutu yang sudah pensiun dan aktivis Pakistan Malala Yousafzai, juga telah mengeluarkan pernyataan dan meminta Suu Kyi mengutuk kekerasan tersebut.*