Hidayatullah.com—Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengumumkan “strategi pertahanan nasional” baru yang menggambarkan China dan Rusia sebagai ancaman terbesar bagi kepentingan AS, dan mengatakan bahwa angkatan bersenjata negaranya harus ditingkatkan agar siap tempur.
“Semakin jelas bahwa China dan Rusia ingin membentuk dunia sesuai dengan model otoriter mereka –berkuasa memveto kebijakan ekonomi, diplomatik dan keamanan negara-negara lain,” kata Pentagon dalam paparan strategi setebal 11 halaman yang dirilis hari Jumat (19/1/2018), seperti dilansir Deutsche Welle.
Strategi baru itu menunjukkan perubahan fundamental kebijakan pertahanan AS, yang selama ini menitikberatkan pada kontraterorisme di Timur Tengah sejak serangan 9/11.
Menteri Pertahanan James Mattis mengatakan strategi baru itu menuntut perubahan mendesak pada angkatan bersenjata AS, supaya mengembalikan “kesiapan tempurnya” yang sudah hilang.
Mattis mengatakan bahwa China menggunakan ekonomi predatornya untuk mengintimidasi negara-negara tetangga, sambil membangun militernya di kawasan Laut China Selatan. Sementara Rusia melanggar perbatasan negara-negara sekitarnya.
“Kami akan terus mengkampanyekan perang melawan teroris, tetapi sekarang yang menjadi fokus utama keamanan nasional AS adalah persaingan besar kekuasaan, bukan terorisme,” imbuh Mattis.
Menanggapi strategi pertahanan baru AS itu, China menyebutnya sebagai “mentalitas Perang Dingin,” sedangkan pihak berwenang Rusia menyebutnya sebagai “karakter imperialis.”
Pada tahun 2016, China mengumumkan perombakan besar-besaran atas Tentara Pembebasan Rakyat dengan memutakhirkan teknologi militernya. Saat perayaan ke-90 tahun TPR bulan Juli lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan China meemrlukan tentara yang cukup kuat untuk mengalahkan “semua musuh-musuh yang menginvasinya.”
Perubahan strategi itu juga menunjuk manuver agresif Rusia di Ukraina dan Suriah merupakan faktor untuk melabelinya sebagai salah satu kompetitor militer teratas AS.*