Hidayatullah.com—Amerika Serikat mengeluarkan peraturan baru yang memperketat pemberian visa bagi jurnalis-jurnalis China, dengan alasan tindakan balasan atas perlakuan terhadap jurnalis AS di China.
Kedua negara itu beberapa waktu belakangan ini melancarkan serangkaian aksi saling balas yang melibatkan jurnalis.
Bulan Maret, China mengusir jurnalis yang bekerja untuk tiga koran Amerika Serikat, sebulan setelah AS mengatakan akan memperlakukan media-media yang dikelola pemerintah China seperti halnya kedutaan asing. Satu hari setelah AS benar-benar mengeluarkan keputusan itu, Beijing mengusir tiga koresponden Wall Street Journal, dua WN AS dan satu WN Australia, menyusul diterbitkannya sebuah kolom opini yang dikecam China sebagai rasis.
Saat mengumumkan kebijakan visa tersebut Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) hari Jumat (8/5/2020) mengatakan bahwa China menindas jurnalisme independen.
Regulasi itu, yang akan berlaku efektif mulai hari Senin, membatasi visa bagi jurnalis China hanya untuk 90 hari dengan opsi perpanjangan. Visa seperti itu biasanya open-ended dan tidak memerlukan perpanjangan kecuali pemegangnya pindah ke perusahaan atau media lain.
Seorang pejabat senior DHS, yang tidak ingin identitasnya diungkap, mengatakan bahwa kebijakan baru itu memungkinkan departemen lebih sering mengkaji ulang aplikasi visa yang diajukan jurnalis China dan kemungkinannya akan mengurangi jumlah keseluruhan jurnalis China yang bekerja di Amerika Serikat.
“Ini akan memberikan proteksi yang lebih besar lagi terhadap keamanan nasional,” kata pejabat itu seperti dikutip Reuters.
Meskipun demikian, menurut DHS peraturan itu tidak diberlakukan atas jurnalis yang memegang paspor Hong Kong atau Macau, dua teritori semi-otonomi China.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan China meningkat beberapa bulan terakhir seiring dengan meluasnya wabah coronavirus baru ke seluruh dunia, merenggut nyawa lebih dari 269.000 orang di dunia.
Presiden AS Donald Trump akhir April mengatakan bahwa dirinya berkeyakinan coronavirus berasal dari lab virologi China yang terletak di kota Wuhan, tetapidia menolak memberikan bukti-bukti pendukungnya. Wuhan Institute of Virology yang didanai pemerintah China membantah tuduhan itu. Kebanyakan pakar meyakini virus mulai merebak di pasar basah (ikan dan makanan dari laut) yang juga lokasi jual-beli hewan-hewan liar yang dapat disembelih di tempat yang berada di Wuhan.*