Hidayatullah.com—Ribuan orang di salah satu kota terkaya di Amerika Serikat tinggal di pinggir-pinggir jalan, dijangkiti bakteri pemakan daging dan tuberkulosis. Laporan Redfish Media merekam langsung bagaimana kronisnya krisis gelandangan di Los Angeles.
Dalam kurun empat tahun gelandangan di Los Angeles naik 43 persen, lansir RT (1/4/2018) mengutip laporan Redfish Media. Di Skid Row, titik pusat gelandangan di kota Los Angeles, terdapat sekitar 2.500 tunawisma yang hidup menggelandang di jalanan di area seluas 49 blok. Tempat itu merupakan konsentrasi terbesar gelandangan di Amerika Serikat. Secara keseluruhan, 60.000 orang hidup tanpa memiliki tempat bernaung di LA .
Pendeta Andy Bales, CEO Union Rescue yang menyediakan tempat penampungan kepada sekitar 1.000 orang, menceritakan kepada Redfish Media perihal kondisi mengenaskan di daerahnya.
Di Skidrow hanya tersedia 88 toilet dengan kondisi di bawah standar minimum kamp pengungsi. Hanya ada 9 toilet permanen bagi 1.777 orang, yang berarti satu toilet dipakai 197 orang tunawisma. Padahal, di kamp pengungsi saja Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan standar 20 orang untuk 1 toilet.
Lebih lanjut Bales memaparkan bagaimana buruk dan berbahayanya sanitasi di Skid Row.
“Saya terkena tiga bakteri pemakan daging; E.coli, stafilokokus dan streptokokus, dari pinggir jalan ketika saya mengenakan sepatu boot rusak. Dan setelah dua tahun berada di kursi roda saya akhirnya kehilangan kaki kanan bawah. Begitulah kondisi kesehatan di Skid Row, karena kurangnya toilet. Ini benar-benar krisis sungguhan,” kata Bales.
Dia juga menambahkan bahwa strain tertentu tuberkulosis, yang tidak ditemukan di tempat lain manapun di dunia, berkembang-biak di daerah itu.
Begitu kronisnya masalah gelandangan di Los Angeles dan kota-kota lain di Amerika Serikat, mendorong pelapor khusus PBB untuk urusan kemiskinan ekstrim dan hak asasi manusia, Philip Alston, melakukan inspeksi tahun lalu.
Dalam laporannya Alston menulis, “Amerika Serikat sendiri termasuk negara-negara maju yang sementara bersikukuh mengatakan HAM kepentingannya sangat fundamental, tetapi mereka tidak memasukkan hak-hak yang melindungi orang dari kematian akibat lapar, kematian akibat kurangnya akses terhadap perawatan kesehatan yang terjangkau, atau tumbuh dalam kondisi yang serba kekurangan.”
“American dream dengan cepat berubah menjadi American illusion,” sindir Alston dalam kesimpulan laporannya, merujuk semboyan Amerika yang selama ini digadang-gadang sebagai negeri di mana setiap orang bisa mewujudkan mimpi dan cita-citanya.*