Hidayatullah.com– Raja Malaysia Muhammad V secara tiba-tiba turun dari singgasananya. Ini merupakan tindakan pertama yang pernah dilakukan seorang raja Malaysia sejak negara itu merdeka lebih dari 60 tahun lalu.
Istana Negara tidak memberikan penjelasan perihal alasan pengunduran diri Yang Dipertuan Agong Muhammad V, hanya dikatakan bahwa pengunduran diri itu berlaku segera.
Pengunduran diri ini terjadi sementara publik dan media menyoroti kehidupan pribadi Muhammad V, yang belum lama ini menikahi seorang wanita bekas ratu kecantikan Moskow di ibukota Rusia.
Dia sedang cuti menjalani perawatan kesehatan pada bulan November 2018, dan pada akhir bulan itu pula beredar kabar dan foto-foto serta video pernikahannya yang cukup mewah dengan bekas ratu kecantikan Moskow itu.
Para pejabat Malaysia tidak menanggapi rumor kehidupan pribadi raja atau menjelaskan lebih lanjut perihal kondisi kesehatannya.
“Yang Mulia meminta rakyat Malaysia agar terus bersatu menjaga keutuhan, toleransi dan saling bekerja sama,” kata pihak istana dalam sebuah pernyataan.
Ditambahkan pula bahwa raja yang naik tahta pada Desember 2016 itu “siap kembali ke negeri asalnya di negara bagian Kelantan.”
Dia akan bertindak sebagai pemangku tahta sementara sebelum raja baru dipilih oleh Majelis Raja-Raja, lapor Strait Times seperti dilansir BBC, Ahad (06/01/2019).
Muhammad V, yang baru saja memasuki usia 47 tahun ketika didaulat menjadi raja Malaysia, dikenal sebagai sosok yang berjiwa muda. Dia menyukai olahraga ekstrem seperti off-road driving, menembak, dan tantangan ketahanan fisik.
Malaysia merupakan satu-satunya negara yang menggunakan sistem rotasi dalam pemilihan rajanya. Sistem itu diberlakukan sejak Malaysia merdeka tahun 1957 dari Inggris. Jabatan “Yang Dipertuan Agong” itu digilir di kalangan raja-raja yang memimpin 9 negara bagian secara turun-temurun. Jabatan raja tertinggi itu berlaku selama 5 tahun.
Jabatan raja di Malaysia hanyalah simbolis belaka tanpa ada kekuasaan berarti, sebab kekuasaan sesungguhnya berada di tangan perdana menteri dan parlemen. Meskipin demikian, oleh karena raja juga merupakan simbol dari negara, maka kritikan dan kecaman terhadap sosok raja itu bisa berujung penjara.
Perdana Menteri Mahathir Mohamad, yang secara mengejutkan kembali berkuasa berkat hasil pemilu Mei 2018, di masa kepemimpinannya terdahulu memiliki hubungan kurang mulus dengan para raja atau sultan di Malaysia. Pasalnya, dia berusaha mengurangi kekuasaan mereka, lapor koresponden BBC Jonathan Head.
Pekan lalu, PM Mahathir Mohamad memperingatkan bahwa semua orang Malaysia harus terikat hukum, apapun status mereka.*