Hidayatullah.com—Lebih dari 1.000 gajah terancam kelaparan di Thailand karena krisis coronavirus telah memangkas pendapatan dari sektor pariwisata.
Hampir tidak adanya kunjungan wisata artinya pihak pemelihara banyak yang kesulitan mendapatkan uang untuk membeli pakan 4.000 gajah jinak yang mereka rawat.
Seekor gajah sanggup melahap hingga 200 kilogram makanan per hari.
Thailand melaporkan 127 kasus infeksi baru coronavirus pada hari Senin (30/3/2020), sehingga total menjadi 1.651.
Lek Chailert, pendiri Save Elephant Foundation, kepada BBC berkata, “Apabila tidak ada dukungan yang datang dalam waktu dekat guna menyelamatkan mereka, gajah-gajah ini, yang sebagian sedang hamil, akan kelaparan hingga mati atau terpaksa dibawa ke jalan untuk mengemis.”
Alternaif lain, sebagian gajah mungkin akan dijual ke kebun-kebun binatang atau kembali dipekerjakan di bisnis penebangan pohon ilegal di hutan, yang resmi dilarang menggunakan gajah pada tahun 1989.
“Masa depannya sangat suram, kecuali ada bantuan finansial dalam waktu dekat,” kata Lek Chailert seperti dikutip BBC Selasa (31/3/2020).
Menjaga pasokan pangan untuk ribuan gajah itu dan menjaga kesehatannya pada masa baik saja sudah sangat menantang, apalagi sekarang ketika musim kering yang menjadikan situasinya semakin sulit.
Kerri McCrae, pengelola Kindred Spirit Elephant Sanctuary di Mae Chaem, bagian utara Thailand, mengatakan bahwa warga desa yang tinggal tidak jauh darinya membawa pulang sekitar tujuh gajah ke daerah itu, karena mereka tidak lagi mendapatkan uang dari wisatawan.
“Memberi makan gajah merupakan prioritas, tetapi masalahnya sudah tidak lagi ada cukup hutan untuk memberi makan mereka,” paparnya.
McCrae, wanita asal Irlandia Utara yang juga salah satu pendiri dari tempat perlindungan gajah tersebut, harus mengendarai mobilnya selama tiga jam untuk mencari rumput dan batang pohon jagung yang cukup untuk memberi makan gajah-gajah yang dirawatnya.
Wanita itu mengatakan bahwa orang-orang lokal pemelihara gajah juga terpaksa melakukan hal serupa.
Thailand, yang selama ini mengandalkan devisa negara dari kedatangan turis untuk mendongkrak perekonomiannya, mau tidak mau menutup perbatasan dan melarang orang asing memasuki negaranya karena harus melakukan lockdown guna meredam penyebaran coronavirus.
Gajah yang bahagia, menurut McCrae, biasanya mengoyang-goyangkan ekornya atau melambai-lambaikan daun telinganya, atau bahkan bermandikan debu tanah untuk menjaga suhu tubuhnya tetap dingin. Akan tetapi apabila kelaparan, mereka menjadi depresi dan tingkah laku yang menunjukkan kegembiraan itu tidak tampak.
“Skenario terburuknya yaitu pemilik gajah harus memilih antara diri mereka sendiri atau gajah peliharaannya,” kata McCrae.
“Penduduk desa di sini tidak memiliki harta berlebih. Namun mereka berusaha sebisa mungkin, sekarang ini, untuk mempertahankan gajah-gajah itu tetap hidup.”*