Hidayatullah.com– Musyawarah Ormas Islam Malaysia (MAPIM) mengecam kebijakan diskriminatif parlemen Prancis yang telah mengesahkan amandemen dari undang-undang kontroversial yang menargetkan populasi Muslim Prancis. Presiden MAPIM Mohd Azmi Abdul Hamid menolak kampanye penyebaran sentimen Islamofobia terhadap Muslim di Prancis.
“Membiarkan kelompok sayap kanan jauh dalam masyarakat Prancis dan para pembuat undang-undang untuk membenci Muslim, menciptakan ketegangan komunal dan memicu konflik kekerasan di antara warga Prancis,” ujar Mohd Azmi Abdul Hamid dalam pernyataanya hari Rabu (14/4/2021). “RUU yang disahkan hari Senin oleh Senat Prancis mencakup amandemen baru dengan kedok ‘memerangi ekstremisme’, tidak dapat diterima karena tidak hanya bertentangan dengan Hak Asasi Manusia Universal, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip Republik,” tambahnya.
Menurut MAPIM, Senat Prancis yang didominasi sayap kanan, telah mengubah teks RUU dengan memperkenalkan amandemen untuk memperkuat undang-undang yang telah diusulkan. Mereka termasuk larangan simbol agama untuk orang tua dalam perjalanan sekolah, burkini (jilbab khusus muslimah, red) di kolam renang umum, mencegah gadis-gadis kecil menyembunyikan wajah mereka atau mengenakan simbol agama di depan umum, larangan sholat di lingkungan universitas, dan mengibarkan bendera asing di pesta pernikahan.
“Kami dengan keras menolak ketentuan RUU tersebut. Penargetan populasi Muslim disengaja dan bertentangan dengan hukum hak asasi manusia internasional,” katanya. “Kami menuntut agar ketentuan pelarangan rambu atau pakaian agama yang secara khusus menargetkan Muslim dicabut,” tambah MAPIM.
MAPIM menilai, Prancis telah bergerak ke arah perlakukan diskriminatif Muslim. “Kami menyerukan kepada pemerintah Prancis untuk menghentikan gerakan membuat undang-undang yang menentang kebebasan beragama,” tambah MAPIM.
RUU kontroversial awalnya diperkenalkan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada tahun lalu untuk melawan apa yang disebut “separatisme Islamis.” RUU tersebut dikritik karena menargetkan komunitas Muslim dan memberlakukan pembatasan di hampir setiap aspek kehidupan mereka.
RUU ini mengatur adanya campur tangan di masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi masjid, serta mengendalikan keuangan asosiasi dan organisasi non-pemerintah milik Muslim. RUU ini juga membatasi pilihan pendidikan komunitas Muslim dengan mencegah keluarga memberikan pendidikan rumah kepada anak-anak.
RUU ini melarang pasien memilih dokter berdasarkan jenis kelamin karena alasan agama atau alasan lain dan mewajibkan “pendidikan sekularisme” bagi semua pejabat publik.*