Hidayatullah.com—Media milik pemerintah Korea Utara mengklaim bahwa anak-anak yatim atas kemauannya sendiri bekerja di pertambangan dan pertanian yang dikelola negara.
Kantor berita Korut Korean Central News Agency (KCNA) mengatakan ratusan anak dengan “kebijakan dan keberanian di awal masa muda” mereka sudah memutuskan untuk melakukan pekerjaan kasar bagi negara.
Tidak diketahui pasti berapa usia mereka, tetapi foto-foto yang dipublikasikan mengindikasikan anak-anak itu remaja belasan tahun, lansir BBC Sabtu (29/5/2021).
Kelompok-kelompok peduli HAM sejak lama menuding Korea Utara menggunakan buruh anak secara paksa. Namun, tudingan itu dibantah keras oleh Pyongyang,
Pada bulan Februari, BBC melaporkan tuduhan bahwa orang-orang Korea Selatan yang menjadi tawanan perang digunakan sebagai tenaga buruh paksa di pertambangan Korut untuk menghasilkan uang bagi rezim dan membiayai program pembuatan senjata.
Pada bulan April, pemimpin Korut Kim Jong-un memperingatkan rakyatnya, yang diperkirakan mencapai 26 juta orang, bahwa negara mereka akan menghadapi masa-masa sulit. Korut menutup pintu perbatasannya pada tahun 2020 disebabkan pandemi Covid-19, menutup perdagangan dengan China yang merupakan urat nadi perekonomiannya.
Sejumlah laporan media pemerintah pekan lalu menyebutkan “buruh-buruh sukarela” melakukan pekerjaan manual di berbagai pelosok daerah.
Hari Sabtu, KCNA melaporkan 700 anak yatim sukarela bekerja di berbagai pabrik, pertanian/peternakan, dan di hutan.
Sebelumnya pada hari Kamis, KCNA melaporkan bahwa “puluhan anak yatim dibawa ke Kompleks Pertambangan Batubara Area Chonnae guna memenuhi sumpah mereka membalas sejuta cinta yang ditunjukkan oleh partai.” Partai Pekerja Korea (Choson Rodongdang) adalah partai komunis yang selalu memenangkan pemilu di Korea Utara sejak 1948 hingga saat ini. Partai itu, yang resminya dibentuk tahun 1949, merupakan peleburan dari Partai Pekerja Korut dan Partai Pekerja Korsel.
Sebuah laporan tahun 2020 tentang jam yang dirilis Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyebutkan bahwa Korut mempraktikkan “bentuk-bentuk butuh anak paling buruk.”
Laporan itu juga menyebutkan bahwa anak berusia 16-17 tahun dimasukkan
ke dalam semacam brigade konstruksi pemuda bergaya militer selama 10 tahun di mana mereka dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik berat yang mengakibatkan mereka mengalami malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan gangguan kesehatan.*