Hidayatullah.com– Pengadilan militer Myanmar hari Jumat (30/12/2022) memberikan hukuman tambahan 7 tahun kepada Aung San Suu Kyi, sehingga total menjadi 33 tahun penjara.
Pemimpin terpilih lewat pemilu yang digulingkan itu ditempatkan dalam tahanan rumah setelah militer melakukan kudeta pada Februari 2021.
Sejak itu dia mengahadapi 18 bulan persidangan untuk 19 dakwaan – yang menurut kelompok-kelompok peduli HAM merupakan dakwaan karangan militer guna memenjarakan Suu Kyi.
Vonis hari ini merupakan keputusan dari lima dakwaan terakhir yang dihadapinya. Pengadilan menyatakannya bersalah melakukan korupsi karena tidak mengikuti prosedur yang berlaku dalam penyewaan helikopter untuk seorang menteri dalam pemerintahannya.
Sebelumnya dia sudah divonis bersalah dalam 14 dakwaan termasuk melanggar pembatasan Covid-19, impor walkie-talkies dan melanggar UU kerahasiaan negara.
Proses peradilan yang dijalani Suu Kyi tahun ini dilakukan secara tertutup di mana media dan masyarakat tidak diperbolehkan mengikutinya dan pengacaranya juga dilarang berbicara kepada jurnalis. Dia membantah semua tuduhan.
Wanita peraih Nobel Perdamaian berusia 77 tahun itu menghabiskan sebagian besar masanya dalam tahanan rumah di ibukota Nay Pyi Taw.
Suu Kyi dan banyak anggota partainya termasuk di antara lebih dari 16.600 orang yang ditangkap oleh junta sejak kudeta. Sebanyak 13.000 dari mereka saat ini masih dikurung di dalam penjara, menurut Assistance Association for Political Prisoners (Burma), lansir BBC. Lebih dari 2.000 orang juga dikabarkan tewas di tangan pasukan junta.
Pekan lalu, Dewan Keamanan PBB menyerukan penghentian kekerasan dan pembebasan seluruh tahanan politik di Myanmar. China dan Rusia tidak bersedia mendukung seruan itu dan tidak menggunakan hak veto mereka setelah susunan kata dalam resolusi tersebut diubah.*