Hidayatullah.com—Belum menerima pesanan baru untuk pesawat penumpang terbesarnya selama 2 tahun terakhir, hari Senin (15/1/2018), Airbus mengakui pihaknya kemungkinan akan mengakhiri produksi pesawat A380.
“Apabila kami tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan Emirates, maka tidak ada pilihan kecuali menutup program ini,” kata bos pemasaran Airbus John Leahy kepada para reporter di Paris seperti dilansir Deutsche Welle.
Airbus sebenarnya mendapat harapan besar bulan November tahun lalu, saat Emirates berminat memperkuat armada A380 miliknya menjadi 100 pesawat. Namun, ternyata maskapai berbasis di Dubai itu justru mengikat kesepakatan dengan Boeing untuk pembelian 40 Dreamliner.
Airbus saat ini masih dalam tahap perundingan dengan Emirates tentang pembelian lebih dari 30 pesawat tambahan A380. Jika berhasil disepakati, maka masa depan produksi A380 masih dapat diperpanjang.
Leahy mengatakan Emirates adalah satu-satunya maskapai penerbangan yang mampu membuat komitmen minimal 6 pesawat pertahun selama paling sedikit 8-10 tahun, yang diperlukan oleh Airbus untuk menjaga kelangsungan hidup proyek A380 andalannya.
Tahun 2007, Airbus memutuskan pesawat dua tingkat berkapasitas 853 penumpang sekali terbang itu menjadi rival bagi Dreamliner buatan Boeing, untuk mengisi pasar pesawat penumpang jarak menengah dan jauh.
Airbus bersikukuh mengatakan bahwa pesawat gendut berharga 535 juta euro ($437 juta) itu merupakan solusi mujarab untuk mengatasi tingginya biaya BBM dan dampak lingkungan.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan hingga saat ini Airbus terus kekurangan pesanan pembuatan A380.
Tahun 2017, hanya ada pengiriman 15 pesawat A380, dan 12 lainnya dijadwalkan dikirim tahun 2018 ini.
Pesanan terakhir untuk 3 pesawat A380 dibuat pada Januari 2016 oleh maskapai penerbangan Jepang ANA. Itu adalah pesanan pertama A380 yang diterima Airbus dalam kurun hampir 3 tahun.
Banyak maskapai penerbangan dunia mengeluh mereka harus mengisi penuh kursi pesawat A380 setiap kali terbang agar mendapatkan untung. Tidak hanya itu, bandara-bandara internasional di dunia juga dipaksa untuk melebarkan dan memperpanjang landasan pacunya agar A380 bisa mendarat dan terbang dari sana.
Airbus mengatakan bahwa proses produksi A380 bisa dipertahankan kelangsungannya jika mereka menerima sedikitnya 6 pesanan setiap tahun. Pabrikan pesawat berbasis di Toulouse, Prancis, itu berharap China di masa depan akan menghidupkan kembali produksi A380 dengan pesanan minimal 6 pesawat setahun.
Pengumuman hari Senin itu mengkerdilkan kabar yang menyebut bahwa Airbus berhasil menjual 1.109 pesawat pada tahun 2017. Bandingkan dengan Boeing yang dikabarkan menjual 912 pesawat. Akan tetapi pada periode yang sama, Boeing berhasil mengirimkan 763 pesawat, sementara Airbus 718 pesawat.
Memandang ke depan, COO Airbus Fabrice Bregier mengatakan bahwa pengiriman tahun 2018 bisa naik menjadi 800, karena ada peningkatan produksi A320neo, yang juga dipasang Airbus untuk menyaingi Dreamliner.*