Hidayatullah.com—Kelompok oposisi Suriah menuduh pemerintah Bashar al Assad menggunakan gencatan senjata yang didukung PBB untuk melakukan pembersihan etnis dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Komentar datang seminggu setelah Distrik Daraya di barat ibu kota Damaskus menyerah kepada pemerintah Rezim Bashar. Selama empat tahun terakhir, tempat ini dikepung dan dibombardir hingga menyebabkan kelaparan, juga menyebabkan populasinya turun dari lebih dari seperempat juta menjadi hanya 4000 penduduk.
Dalam empat tahun terakhir, hanya satu konvoi bantuan PBB telah berhasil mencapai kantong yang dikepung.
“Daraya adalah domino dan setelah itu tempat lain akan jatuh,” ujar Menteri Rekonsiliasi Nasional Suriah, Ali Haidar saat berbicara di televise pro pemerintah, sebagaimana dikutip laman middleeasteye.net, Sabtu (03/09/2016).
Saat ini, populasi penduduk yang tersisa di Daraya dipindahkan ke Utara Provinsi Idlib. Sebagaimana terjadi di Moadamiyah, kota lain di pinggiran Damaskus yang menderita akibat serangan Gas Sarin di tahun 2013 yang menyebabkan 1500 orang meninggal dunia.
“Ada jelas strategi saat ini untuk berpindah dari Daraya ke daerah terkepung lain dalam pola yang sama,” ujar Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura.
Sebelumnya, dalam program acara NBC bertajuk Meet The Press hari Ahad (01/09/2013), Menteri Luar Negeri AS John Kerry sempat mengatakan, Amerika memiliki bukti penggunaan gas sarin oleh Rezim Bashar di Suriah dalam serangan yang terjadi di bagian timur Damaskus.
Bulan Agustus lalu PBB mengatakan, ada 20 daerah yang dikepung di Suriah dengan jumlah sekitar 600.000 orang. Kebanyakan dari mereka berada di daerah yang dikendalikan oposisi yang dikepung oleh pasukan rezim Basar al Assad.
Berdasarkan kesepakatan Daraya sebanyak 3500 kelompok oposisi dan keluarga mereka akan dievakuasi dari Daraya ke kota yang dikuasai opoisis di Idlib, barat Suriah, menurut anggota tim negosiasi pemerintah.
Kepala tim negosiasi oposisi Suriah di Jenewa, Riyad Hijab, mengatakan, bagaimanapun, PBB secara tidak sengaja telah ikut memfasilitasi persoalan ini.
“Ini gencatan senjata lokal membuka jalan bagi pembersihan etnis dan politik dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.
“Rezim Suriah, bersama dengan sekutunya Rusia dan Iran, tanpa henti mengejar rencana jahat untuk mengatur perubahan demografis yang luas di Suriah,” tambahnya.
Minggu lalu, 5000 orang, termasuk kelompok oposisi, akan dievakuasi dari kota terkepung Daraya di barat ibu kota Damaskus, setelah ada kesepakatan antara pasukan oposisi dan tentara Suriah.
Lebih dari 4000 warga sipil akan dibawa ke tempat-tempat penampungan di daerah-daerah yang dikendalikan pemerintah Bashar, sementara 700 milisi pembebasan akan menyerahkan senjata berat dan menengah mereka dan akan dipindahkan ke Provinsi Idlib, kubu pertahanan kelompoh Jaishul-Fath, demikian laporan kantor berita SANA.
Bantuan Belum Sampai ke Daraya, Ditolak Pemerintah Suriah
Menurut catatan, Kota Daraya hanya menerima pengiriman bantuan pangan sekali saja di bulan Juni, setelah empat tahun pengepungan oleh pasukan rezim Bashar. Tak lama setelah itu, terjadi serangan udara oleh rezim, sehingga mencegah distribusi bahan makanan, demikian menurut aktivis lokal.
Ini bukan pertama kalinya pemerintah Bashar al Assad dituduh menerapkan perubahan demografi di negara yang dilanda perang. Laporan Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia menemukan dari 56 pembantaian sektarian (etnis) antara tahun 2011 dan 2015, 49 dilakukan oleh pemerintah Bashar.*