Hidayatullah.com–Kasus yang menimpa Prita Mulyasari membuat kaget sejumlah masyarakat. Banyak yang menilai kasus ini sebagai korban dari penyalahgunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hal tersebut dikatakan sendiri oleh Pelaksana Tugas (Plt) Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo), Edmon Makarim, yang ikut membidani UU tersebut.
“Seharusnya Rumah Sakit Omni Internasional melakukan peningkatan pelayanan, bukan memperkarakan kasus pencemaran nama baik,” katanya dalam seminar Child Pornography di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok, Rabu (3/6).
Kabag Humas dan Pusat Informasi Gatot S. Dewa Broto mengatakan, dengan kejadian tersebut, pihaknya khawatir jika gelombang penolakan terhadap UU yang masih seumur jagung itu bertambah besar.
“Terutama bagi sejumlah pihak yang kemarin menyatakan penolakannya terhadap UU ITE untuk dijadikan sebagai serangan balasan. Hanya saja isunya sekarang bergeser,” ujarnya dikutip detikINET.
Di awal kehadirannya, UU ITE memang langsung mendapat berbagai jalan terjal untuk diimplementasikan. Salah satu pasal yang paling diincar adalah Pasal 27 ayat 3, yang mengatur soal pembuatan dan pendistribusian informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Edy Cahyono, Nenda Inasa Fadhilah, Amrie Hakim, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), serta Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) adalah pihak-pihak yang sempat menggoyang isi UU ITE ini.
Pun demikian, jalan terjal UU ITE ini rupanya masih mampu dilalui. Dalam sidang terakhir, Mahkamah Konstitusi tetap menolak uji materi terhadap UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE ini.
Menurut Edmon, kasus yang sama juga terjadi di Amerika Serikat, dan penanganan kasusnya sangat bertolak belakang dengan Rumah Sakit Omni Internasional. Ketika itu, seorang profesor di Universitas Michigan, Jeff Ravis, menulis surat terbuka ke Michell Dell, pendiri Dell Computer.
Isi surat terbuka tersebut adalah keluhan pelayanan purnajual yang mengecewakannya. Pihak Dell, katanya, tidak memperkarakan Jeff, tetapi justru merekrut belasan orang untuk menangani keluhan tersebut.
“Seharusnya, hal itu bisa menjadi contoh, untuk memberikan layanan yang baik bagi konsumen,” katanya.
Sementara itu, kriminolog UI, Kisnu Widagdo, mengatakan bahwa yang terjadi pada Prita akibat adanya kelemahan pada peraturan, baik KUHP maupun UU ITE. “Pasal 310 dan 311 (KUHP) tentang pencemaran nama baik merupakan pasal karet dan memang perlu mendapat revisi,” katanya.
Menurut dia, UU ITE seharusnya juga dapat memfasilitasi korban transaksi elektronik, seperti yang terjadi pada Prita. Ia juga merasa heran dengan kasus tersebut karena apa yang dilakukan Prita hanya curhat (curahan hati) kepada orang lain, lalu orang itu menyebarkan e-mail “curhat” itu, dan kenapa orang yang “curhat” harus ditangkap.
“Jadi, harus ada aturan yang jelas antara pengirim surat elektronik dan penerimanya sehingga ada integritas yang jelas,” katanya. Untuk menangani kasus tersebut, kata Kisnu, perlu ada mediasi di antara kedua belah pihak sehingga ada jalan keluar yang baik bagi semua pihak.
Gara-gara Email
Kasus ini bermula dari kisah Prita Mulyasari yang berobat ke RS Omni Alam Sutra pada 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Dia pun didiagnosa menderita demam berdarah. Lantaran merasa dikecewakan, Prita pun menuliskan ceritanya dalam bentuk email di berbagai surat pembaca di media, termasuk media online.
Cerita ini pun menyebar di mailing list hingga membuat pihak RS Omni Alam Sutra merasa dicemarkan nama baiknya. Prita dianggap melakukan tindak pidana setelah menulis email di milis internet yang berisi keluhan pelayanan rumah sakit itu yang dinilai buruk.
Akhirnya Prita dijebloskan ke Lapas Tangerang pada 13 Mei lalu. Kasus ini melahirkan simpati terhadap ibu dua anak tersebut hingga tanggapan terus mengalir. Kini statusnya berubah menjadi tahanan kota. [cha, berbagai sumber/hidayatullah.com]