Hidayatullah.com—Pernyataan ini disampaikan Dosen Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumut, Sukiati SAg, MA, di Medan. Sukiati mengatakan, persoalan perempuan adalah isu yang selalu menarik, apalagi perbincangan posisi perempuan sebagai ulama adalah perbincangan yang jarang dilakukan dan diperhatikan.
“Selama ini perhatian dan pengakuan terhadap ulama hanya ditujukan kepada laki-laki. Ringkasnya ulama adalah laki-laki, inilah anggapan yang paling tidak muncul di kalangan masyarakat muslim di dunia Islam,” katanya.
Ia mengatakan, di Indonesia sebutan ulama sering ditujukan kepada laki-laki yang memahami tentang agama, sering menyampaikan tablig, atau seseorang pimpinan pesantren atau lembaga pendidikan agama.
Kenyataannya sebutan dan wacana ulama berdasarkan maknanya, sebenarnya juga layak ditujukan kepada perempuan. Al-Quran sendiri tidak pernah membatasi pengertian ulama pada laki-laki saja, bahkan tidak ada tunjukkan nash yang membatasi ulama pada laki-laki saja.
Menurut dia, sejak masa Rasulullah SAW hingga masa sekarang telah banyak perempuan yang menempati posisi penting sehingga mereka menjadi tokoh yang cukup besar dan layak disebut ulama.
Beberapa penelitian juga telah dilakukan, misalnya yang dilakukan Jajat Burhanuddin yang telah melakukan penelitian tentang tokoh-tokoh perempuan yang dapat dikategorikan sebagai ulama.
Penelitian ini juga mencoba meluruskan asumsi bahwa peran perempuan dalam konteks keulamaan atau dalam dunia keilmuan tidak signifikan jika tidak menampilkan sejumlah tokoh perempuan Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai ulama.
“Kita dapat menemukan misalnya tokoh-tokoh historis seperti Nyai Ahmad Dahlan, HR Rasuna Said, Sholihah A Wahid Hasyim ,serta tokoh-tokoh kontemporer seperti Aisyah Amini, Lutfah Sungkar, dan Rofiqoh Darto Wahab. Mereka semua itu layak disebut ulama,” katanya. [ant/tab/hidayatullah.com]