Hidayatullah.com–Wakil Menteri Agama, Nazarudin Umar menegaskan, teroris merupakan anak kandung dari globalisasi dan tidak lahir dari pendidikan di pondok pesantren (pontren). Oleh karena itu, dia meminta agar pihak-pihak tertentu tidak menggeneralisasikan pontren sebagai sarang teroris hanya karena ada kasus terduga teroris yang sempat belajar di pontren.
“Terorisme terjadi karena dangkalnya pemahaman agama. Oleh karena itu, saya akan pasang badan jika ada yang memojokkan pontren sebagai biang radikalisme. Saya juga orang pondok,” kata Nazarudin di sela-sela acara pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Lembah Arafah, Megamendung, Kabupaten Bogor, Minggu (30/10/2011) sore.
Menurut dia, tidak mungkin orang-orang aliran keras lahir dari pontren. “Mustahil pontren di Indonesia beraliran keras. Membedah bom terorisme memakai merek pontren itu menjelekkan nama pontren,” tuturnya.
Orang yang paham unsur fiqih, lanjut Nazarudin dalam laman Pikiran Rakyat, tidak akan menjadi teroris. Bahkan, teknologi yang semakin canggih dipercaya Wamenag akan semakin mengungkap kebenaran Al Quran.Malahan, menurut dia, sekolah yang paling aman adalah pontren. Sebab, pendidikan karakter, terutama pada malam hari, sangat kental dan mengena di hati para santri.
“Saya selalu sampaikan ke publik jika pendidikan karakter itu luar biasa, terutama pada malam hari. Berbeda dengan anak sekolah umum, pulang sekolah sudah capek, terus tidur, tidak ada pendidikan karakter yang membekas,” ungkapnya. Acara ini sendiri dihadiri oleh ratusan kyai dan pimpinan pondok pesantren se-Jawa Barat.
Untuk itu, dia meminta agar sistem pontren dikembalikan seperti semula. Sebab, masa depan pontren di Indonesia cerah. “Tidak ada sekolah yang paling aman kecuali pontren,” katanya menegaskan.
Dia juga meminta agar pemerintah serta pihak-pihak tertentu tidak memusuhi dan terus memojokkan pontren. Pontren, kata Nazarudin, seharusnya menjadi tuan rumah di Indonesia. Pontren juga seharusnya menjadi pemecah masalah dalam kehidupan.
Diakui Nazarudin, memang tugas yang berat untuk mewujudkan hal itu, terutama ketika saat ini banyak pihak yang cenderung mencurigai pontren dan terus mengawasi aktivitas pontren, seolah-olah pontren merupakan biang radikalisme. “Tidak perlu mencari kambing hitam, tapi mari kita mengubah keadaan,” lanjut Nazarudin.
Salah satu penyebab semakin derasnya paham radikalisme disebut Nazarudin adalah arus globalisasi yang semakin meracuni generasi muda. Sementara, generasi muda belum siap menghadapinya. “Masa depan terlalu cepat melampau kita, sedangkan kita belum mampu mempersiapkan generasi kita untuk menghadapinya,” kata Nazarudin.
Ketika masa depan datang terlalu awal, akibatnya timbul multiple shock atau kekagetan yang luat biasa bagi umat kita. “Akhirnya untuk memperbaiki keadaan harus kembali ke zaman nabi,” lanjutnya.*