Hidayatullah.com– Dr Muhamad Nadratuzzaman Hosen menyinggung berbagai problem mengenai pengelolaan jaminan produk halal di Tanah Air. Mantan Direktur Lembaga Pengawasan Pangan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) ini, misalnya menyebut banyak Abu Nawas yang bermain dalam ranah itu.
“Kita ini di Indonesia ini ada tiga Abu. Satu Abu Bakar ash-Shiddiq, orang-orang terpercaya. Apa katanya, lidahnya, hatinya tuh sama. Karena dia beragama,” ujarnya dalam acara diskusi dengan segenap jajaran Kelompok Media Hidayatullah (KMH) di kantor redaksi hidayatullah.com, Jl Cipinang Cempedak 1 No 14, Polonia, Jakarta Timur, Kamis (02/10/2014) pagi.
Abu Bakar yang dimaksud adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang dikenal jujur.
Yang kedua, lanjut Nadratuzzaman, adalah Abu Jahal. Seperti diketahui, Abu Jahal merupakan tokoh kafir Quraisy yang selalu melawan dakwah Rasulullah kala itu.
“Abu Jahal yang nolak terus segala macem, apa pun yang kita (LPPOM MUI. Red) buat dia tolak. Atas alasan apapun,” imbuhnya.
Yang ketiga, lanjutnya, adalah Abu Nawas. Yaitu orang-orang yang mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompoknya masing-masing. Orang-orang ini dinilai cerdik dan licik.
“Di Indonesia ini Abu Nawas yang paling banyak. Dia bukan (ber)kepentingan agama, dia kepentingan perut, kepentingan dia, kelompok dia,” jelasnya.
“Nah, kita ini sering bertemu dengan Abu Nawas ini. Yang Abu-abu Nawas inilah yang kadang-kadang kita harus lawan. Supaya berubah dia jadi Abu Bakar Shiddiq. Ini yang jadi persoalan,” tambahnya sembari berharap.
Namun, Nadratuzzaman enggan menyebutkan contoh siapa saja mereka di Indonesia yang berkarakter seperti ketiga Abu tersebut.
Pada kesempatan itu, ia sempat menyinggung adanya orang-orang yang tidak shalat dalam sebuah kelompok yang terlibat dalam proses sertifikasi halal produk. Hal ini menjadi pertanyaan baginya.
Ia mengatakan, Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) yang baru-baru ini diketok DPR RI harus diawasi oleh segenap kalangan.
Menurutnya, jika pelaksanaan UU JPH tidak dikontrol dengan ketat, bisa menimbulan berbagai problem baru. Misalnya, kemungkinan terjadinya suap-menyuap dalam proses pengajuan sertifikasi produk halal.
Ia khawatir, jangan sampai pelaksanaan UU ini nantinya melahirkan oknum-oknum yang berkarakter Abu Jahal dan Abu Nawas. Yaitu mereka yang tidak ingin proses sertifikasi produk halal sesuai syariat Islam, dan justru mengedepankan aspek bisnis.
Acara diskusi mengenai produk halal di Indonesia tersebut berlangsung sekitar pukul 11.00-14.oo Wib. Diskusi yang dihadiri puluhan hadirin ini dijeda dengan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid Baitul Karim dan makan siang.*