Hidayatullah.com – Penanganan terorisme di Indonesia dinilai terlalu lunak oleh asing. Tidak seperti Amerika dan negara Timur Tengah yang sampai menggunakan jet maupun tank dalam aksinya.
Hal itu disampaikan Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Irjen. Arif Darmawan SH dalam pengajian bulanan Pengurus Pusat Muhammadiyah bertema “Pemberantasan Terorisme yang Pancasilais dan Komprehensif” di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jum’at malam, (08/04/2016).
“Saya berapa kali bertemu dengan para utusan dari negara asing, mereka menganggap Indonesia terlalu lunak memperlakukan teror,” ujarnya.
Arif menjelaskan, para perwakilan negara asing tersebut mempertanyakan kenapa lebih dari 1600 orang yang ditangkap, hanya diperlakukan seperti tahanan biasa.
“Kalau mereka langsung dibabat. Indonesia dianggap terlalu lunak. Mereka sudah memakai jet dan Tltank, di Indonesia tidak,” paparnya.
Namun, ia beranggapan, bahwa karakteristik penanggulangan terorisme di Indonesia tidak bisa disamakan dengan di negara lain.
“Ini karakter kami, Anda jangan ganggu kami,” pungkas Arif.
Muhammadiyah: Kami Tak Dukung Terorisme, Tapi Memberi Pembelaan dalam Mencari Keadilan Hukum
Din Syamsudin Yakin Program Deradikalisasi adalah Proyek Amerika Serikat
Sebelumnya, saat konferensi pers Mencari Keadilan untuk Suratmi di Jakarta, Jumat (01/04/2016) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mengeluarkan data, bahwa sudah ada 121 warga tewas akibat dituduh aparat sebagai teroris.
Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, korban tewas di tangan aparat ini dinilai mengerikan dan memalukan.
“Mengerikan sekali, ada 121 warga terbunuh sia-sia. Itu angka yang tak pernah mungkin kita bayangkan yang diduga dilakukan petugas negara,” kata Ray Rangkuti saat konferensi pers dalam keadilan untuk istri Siyono yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan.
Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Dahnil Anzar Simanjuntak (Pemuda Muhammadiyah), Ray Rangkuti (Lima Indonesia), Miko Ginting (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia), Bahrain (YLBHI), Manajer Nasution (Komnas HAM), Putri Kanesia (Kontras), Donal Fariz (ICW), Ridwan Affan (PBAK Dompet Dhuafa) dan Arif Maulana (LBH Jakarta).*